Irawan Soejono, Pahlawan Pribumi Belanda

Hubungan Indonesia-Belanda adalah sebuah hubungan yang pelik. Secara politis, kedua negara ini punya hubungan baik, namun sangat tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia selamanya memiliki ikatan kolonial dengan negara bekas penjajahnya. Baik itu dalam bentuk transfer pengetahuan, kebudayaan, atau hal-hal yang bisa ditemui sehari-hari seperti makanan dan kemiripan beberapa kata, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Belanda.

Kota Leiden, kota yang saya tinggali sekarang, memiliki hubungan yang sangat erat dengan kemerdekaan Indonesia. Kota ini menjadi saksi upaya kemerdekaan Indonesia dari sudut pandang cendekiawan dan mahasiswa, terutama mahasiswa Indonesia yang disekolahkan pemerintah Hindia Belanda untuk menuntut ilmu di kota-kota pelajar seperti Leiden dan Delft, namun memutuskan untuk berbalik dan mendukung kemerdekaan negara koloni. Namun, tak sedikit pula orang Indonesia yang memilih untuk bersikap lebih lunak terhadap penjajah, seperti orang-orang Cina dari Hindia Belanda yang disekolahkan di Belanda dan memilih untuk membuat organisasi sendiri yang menyatakan sikap politis mendukung pemerintahan kolonial di Hindia Belanda. Namun, apapun tendensi politik mahasiswa Hindia Belanda pada masa itu, mereka bersama rakyat Belanda mempunyai satu suara dalam satu hal: menginginkan penjajahan tidak berlaku lagi di tanah Belanda. Dalam hal ini, pada Perang Dunia 2, ketika Nazi Jerman menduduki sebagian besar kota di Belanda termasuk Leiden.

Leiden tentu saja tidak mau ketinggalan. Terkenal sebagai kota yang resisten sejak masa penjajahan Spanyol, warga Leiden melakukan hal yang sama pada Perang Dunia 2. Terlebih lagi, pada saat itu, Nazi Jerman menginginkan adanya purifikasi ras dalam dunia akademis, tak terkecuali di Universiteit Leiden. Artinya: tidak boleh ada dosen atau karyawan universitas yang berdarah Yahudi atau orang-orang non Jerman dan Belanda. Di kalang akademia, ada Profesor Cleveringa yang “pasang badan” dalam menjamin keamanan dan kebebasan akademia berdarah campur. Untuk mahasiswa? Ratusan mahasiswa, Belanda maupun non-Belanda, ramai-ramai mendukung tentara sekutu dan tentara Belanda untuk mengusir Nazisme. Seorang mahasiswa Indonesia bernama Irawan Soejono adalah salah satunya.

Siapakah Irawan Soejono? Mengapa dia tidak seterkenal orang Indonesia lainnya seperti Achmad Soebardjo atau Sosrokartono, kakaknya Kartini? Irawan adalah mahasiswa pribumi dengan orangtua yang cukup berada. Irawan bersama ayah, ibu, dan tiga saudara kandungnya berangkat ke Belanda saat Irawan berusia 6 tahun. Tak banyak yang diketahui lebih dalam tentang Irawan kecil, hanya saja terdapat catatan bahwa dia masuk sekolah di Bataviaasche Lyceum. Hal ini menandakan bahwa dia adalah anak yang cerdas, karena Lyceum adalah tingkatan sekolah yang sangat prestisius, satu tingkat di bawah universitas.

Sepak terjang Irawan dimulai saat dia kuliah di Leiden. Pada saat itu, dia cukup vokal di Perhimpunan Indonesia (PI). Pada saat Irawan menjadi mahasiswa, di Leiden bukan saja hanya ada PI sebagai organisasi untuk orang Indonesia. Ada dua organisasi lain yang cukup menonjol, seperti Roemah Peladjar Indonesia (Roepi) dan Indonesische Clubhuis. Roepi lebih fokus pada bidang transfer budaya, sementara Indonesische Clubhuis adalah rumah senang-senangnya mahasiswa Indonesia di Leiden, karena organisasi ini sering mengadakan acara pesta dansa untuk mahasiswa Leiden serta mengundang mahasiswa Belanda yang terkumpul dalam organisasi pelajar bernama Minerva.

07913cb5-b2db-44fc-83f4-e2f445996aa3
Suasana pesta dansa di Indonesische Clubhuis. Lihat cewek yang lagi dansa dengan baju warna dasar putih? Dia adalah kakak perempuan Irawan Soejono! Gambar dari media.kitlv.
6741b708-7899-46c3-897f-c9b35ce7c553
Jajaran petinggi Roepi (Roemah Peladjar Indonesia), organisasi mahasiswa Indonesia yang bergerak di bidang transfer budaya dan kesenian. Foto dari media.kitlv.

Namun, masa belajar Irawan terusik saat Nazi Jerman memasuki kota Leiden. Irawan langsung aktif dalam kelompok bawah tanah untuk menyebarkan ideologi anti-Nazisme. Pekerjaan utama Irawan pada kelompok tersebut adalah untuk mencetak brosur dan pamflet. Ada juga anggota kelompok yang bertugas untuk memalsukan identitas orang Yahudi. Keuletan Irawan bahkan membuatnya diberi julukan Henk van de Bevrijding alias Liberation Harry. Sayangnya, tidak ada foto Irawan Soejono yang benar-benar diambil pada masa aktifnya. Mungkin karena waktu itu dia banyak bermain di organisasi bawah tanah, sehingga dia memilih untuk tidak banyak difoto untuk merahasiakan identitasnya.

Sayangnya, nasib Irawan berakhir tragis. Dia ditembak di pelipis oleh tentara Nazi ketika sedang membawa mesin stensil. Penembakan itu terjadi di siang hari bolong di Breestraat, pusat ekonomi Leiden, dan jalan yang sekarang selalu saya lewati setiap kali mau pergi ke stasiun. Sekarang saya memiliki perasaan aneh setiap melewati Breestraat, mengingat seorang mahasiswa Indonesia pernah ditembak mati disitu.

Tak berapa lama setelah kematian Irawan, perjuangannya membuahkan hasil. Belanda bebas dari Jerman pada tanggal 5 Mei 1945. Dalam parade keliling Leiden untuk merayakan kebebasan Belanda, ada sebuah barisan khusus bernama Barisan Irawan yang terdiri dari mahasiswa Indonesia. Nama Irawan dipakai untuk menghormati perjuangan mahasiswa Indonesia tersebut.

timthumb
‘Barisan Irawan’ pada saat parade kebebasan Belanda dari Jerman. Foto diambil dari Mareonline.nl.

Dan kemarin adalah momen yang sangat berkesan bagi Leiden dan orang Indonesia. Setiap 4 Mei, Belanda merayakan Dodenherdenking untuk menghormati korban Perang Dunia 2. Rumah-rumah menaikkan bendera setengah tiang dan pada pukul 8 malam, seluruh Belanda mengheningkan cipta selama dua menit. Khusus di Dodenherdenking tahun ini, pemerintah Leiden mendedikasikan hari nasional ini untuk mengenang tentara Indo dan Indonesia yang berjuang melawan Nazi Jerman, termasuk Irawan Soejono. Terlebih itu, secara simbolis, pemerintah Belanda mengakui Irawan Soejono sebagai pahlawan perang. Saya merasa sangat bangga, bukan karena kebanggaan berasal dari satu negara dengan Irawan, namun karena keberanian beliau. Menurut saya, Irawan Soejono adalah salah satu kunci hubungan baik antara Belanda dan Indonesia, yang menggambarkan bahwa kemanusiaan dan kesadaran untuk membantu orang lain kekuatannya jauh lebih besar daripada dendam penjajahan dan nasionalisme buta.

DSC_0096
Prosesi penyerahan bunga di Pieterskerk Leiden pada Dodenherdenking tanggal 4 Mei 2016 kemarin.

8 komentar pada “Irawan Soejono, Pahlawan Pribumi Belanda”

  1. Menarik sekali Crystal ceritanya. Aku baru tahu tentang Irawan Soejono. Belum pernah dengar sama sekali sebelumnya. Terima kasih sudah dituliskan disini, jadi menambah pengetahuan. Aku langsung kasih tahu suami tentang ceritamu ini, dia sekarang sedang khusyuk membaca di google translate.

    Suka

    1. Semoga Google Translate bisa translate bener ya, untung aku nulis pake bahasa formal 😀

      Suka

      1. Aku ga berani mentranslate dengan pemahamanku, takut ada yang salah, tahu diri dengan kadarku memahami sejarah. Karena dia orang sejarah, jadi aku yakin pemahamannya jauh diatasku 😀

        Suka

      2. Ahahaha, mohon maaf juga buat Ewald kalo ada istilah-istilah yang kurang tepat. Yang orang Belanda kan dia, bukan aku :p

        Suka

  2. Terimakasih banyak Crystal untuk ceritanya. Cerita-cerita seperti Irawan ini gak pernah didengar oleh kami di sini dan sampe gw mulai ngeblog pun masih punya pikiran gak enak tentang Belanda. Syukurlah bisa belajar banyak dari teman-teman yang banyak cerita bagaimana hubungan Indonesia dan Belanda termasuk dirimu 🙂
    Terimakasih!

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.