Yang Berubah Dari Jakarta

Nggak terasa sudah mau seminggu gue menginjakkan kaki di Jakarta, kota besar yang rasanya punya hubungan love hate relationship dengan gue. Sebelum liburan, gue udah denger beberapa pesan-pesan dari teman-teman gue baik real life maupun bloggers tentang apa yang harus diantisipasi saat pulang kampung. Apalagi Indonesia secara umum dan Jakarta secara khusus itu perubahannya kan cepet banget, dengan pertambahan jalan, belum lagi gaya hidup masyarakat ibukota yang sering banget berubahnya.

Perubahan Indonesia yang super cepat ini bikin gue kaget dan bingung. Ternyata, satu setengah tahun itu ibarat seperti perubahan 10 tahun. Ini dia dua perubahan di Jakarta yang beda banget kayak di Belanda… Dan jujur aja gue masih sulit beradaptasi untuk hidup disini walaupun cuma untuk liburan.

Yang pertama, banyaknya tren makanan yang bikin bingung. Gue ini sebenernya tipe orang yang gampang settle sama makanan. Begitu nemu makanan yang pas, biasanya akan pesen makanan yang setipe terus. Hal ini nggak berlaku dengan tren makanan yang sedang menjamur di Jakarta. Contohnya aja, makanan di Jakarta yang lagi ngetop adalah makanan tradisional yang dikreasikan seperti martabak dan kue cubit, udah gitu ada juga kreasi bakso. Tempat tempat dessert lucu semakin menjamur, demikian pula dengan rumah kopi.

Nah, rumah rumah kopi ini yang menurut gue agak lucu. Karena gue terbiasa dengan rumah kopi yang sederhana di Belanda, jadi begitu gue pergi ke rumah kopi disini, gue agak kaget dengan banyaknya menu yang disajikan. Di Belanda, sebuah rumah kopi kecil cuma jualan beberapa macam kopi standar, teh, dan beberapa jus organik. Makanannya hanya ada pilihan kue-kue handmade yang setiap hari berubah-ubah (tergantung yang punya, bikin kue apa), dan makanan berat paling hanya ada sandwich. Di Indonesia? Kopi macam-macam ada, dan juga yang bikin kaget makanan beratnya bisa sampai ada menu nasi goreng dan menu sarapan berat seperti English breakfast segala. Jelas itu bikin gue kaget karena gue terbiasa ngopi di rumah kopi yang kecil dan nggak banyak menu.

Yang kedua, masyarakat Indonesia sekarang semakin dimanjakan dengan servis. Ibarat orang norak, dua hal yang langsung gue unduh di ponsel adalah aplikasi Uber dan Gojek. Sejauh ini gue sudah coba Uber sekali dan sudah coba Go-Food (produk dari Gojek) sekali. Walaupun Uber juga ada di Belanda, tapi tarifnya jauh lebih mahal daripada kalau naik kereta atau transportasi umum lainnya dan hanya ada di kota besar seperti Amsterdam.

Begitu gue mencoba servis terbaru di Indonesia, wah gue langsung mikir, “Wah, orang Jakarta makin dimanjain aja ya!” Di satu sisi, gue salut dengan banyaknya servis begini, karena memudahkan masyarakat Jakarta untuk melangsungkan hidup, Jakarta kan keras ya. Tapi di sisi lain, gue juga agak miris dengan banyaknya servis seperti ini karena gue takut lama-lama orang kota besar akan jadi malas. Mungkin karena waktu servis-servis ini muncul, gue lagi ada di Belanda, di negara yang menyuruh semua orang yang tinggal disana untuk melakukan sesuatu sendiri. Jadi begitu gue datang untuk liburan, gue kaget dengan semua servis yang ada dan malah jadi bersikap kritis (selain menggunakan servis itu untuk kenyamanan pribadi).

Berhubung gue baru kurang lebih seminggu di Jakarta, gue belum bisa menjelaskan lebih lanjut lagi perubahan-perubahan yang gue alami. Naik busway dan KRL lagi aja belum, kok! Nanti akan gue tulis lagi tentang suka duka gue liburan di Indonesia, ya.

23 komentar pada “Yang Berubah Dari Jakarta”

  1. Hoho gw udah lama gak ke Jakarta. Skrg lg menjamur makanan serba rainbow, bukannya pgn nyoba tapi malah “euuuyyy” kok kesannya maksa banget.

    Suka

  2. Tahun lalu aku pulang.. Setelah 2,5 tahun dan hasilnya ga tahan panas & asap rokok. Tapi aku cobain gojek & grab, transjakarta, angkot hihihi.. Yang paling ngangenin makanannya ya. Ditinggu update nya lagi 🙂

    Suka

  3. Susah memang. Aku jg nggak tahan macet, panas, nyamuk dan most of all kelakuan orang2. Makanya aku kalau pulang mending ketemuan sama temen yang deket saja, biar ga diberondong pertanyaan nyleneh atau apa2 dan makan2… atau kaya kemaren, pergi aja traveling ke Bali ke Gili, terus rileks, biar kata tante om – pulang kok ga ngabar2in…EGP

    Suka

    1. Aku juga nih, set janji cuma sama temen temen deket doang… Yang cuma asal bilang “ketemuan dong” tapi gak follow up biasanya aku males kontak. Lah yang mau ketemu kan dia kan bukan aku 😅

      Suka

  4. Jangankan kamu, saya yang stay di Jakarta juga merasakan perbedaan yang cukup signifikan selama 1 tahun belakangan ini. Welcome home Crystal, have fun ya!

    Suka

    1. Iya mbak, mungkin tiga atau empat bulan lagi akan ada makanan ngetren yang baru. Anyway aku jadi malas ngopi di coffeehouse disini soalnya overrated dan mahal. Walaupun segelas cappuccino harganya masih kurang lebih sama dengan yang biasa aku minum di Belanda.

      Suka

      1. Hahaha, di belanda semua coffeehouse udah ada wifinya juga mbak, tapi aku bandingin harga secangkir cappuccino di Belanda ama disini sama aja, bahkan kadang di Belanda lebih murah dikit :p

        Suka

      2. Karena wifi di Belanda paling banter sampai kopi habis. Sementara Wifi di Indonesia sampai selesai nonton 15 video di Youtube, upload foto liburan, kalau perlu Skype conference (banyakan pakai bandwidth daripada ngopinya).

        Suka

      3. Huahaha, orang Belanda kalo ngopi setengah jam udah paling lama. Itu juga ngopi sambil baca koran, bukan sambil makan nasi goreng :p

        Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.