Anak-anak, Jangan Jatuh Cinta!

Cinta itu universal. Cinta sifatnya bisa bertransformasi kepada siapa saja yang membutuhkan. Entah cinta kepada sahabat sendiri, binatang peliharaan, atau cinta kepada orang asing. Bentuk cinta juga bermacam-macam, ada cinta kepada orang tua, sahabat, dan cinta kepada sesama atau lawan jenis yang biasa disebut pacaran. Cinta juga bisa dialami semua umur, mulai dari ABG, orang muda, kakek nenek, bahkan anak-anak. Coba tonton video di bawah ini.

Video ini muncul di News Feed Facebook gue ketika seorang teman berbaik hati menekan tombol share. Setelah gue tonton, ternyata pesannya positif banget, dan entah kenapa mereka ngingetin gue sama Hazel Grace Lancaster dan Augustus Waters, pasangan yang berjuang bersama melawan kanker di novel dan film The Fault in Our Stars.

Kemudian nggak lama kemudian ada seorang kenalan yang adalah mutual friends gue dan teman gue itu yang berkomentar agak negatif. Dia agak menyangsikan, masa anak kecil udah tau falling in love, menurut dia rasanya ngeri. Kemudian gue membalas, gue bilang ya wajar saja kalau mereka celebrate the love, malah lebih baik begitu kan daripada belajar membenci orang. Kemudian ada beberapa orang lain yang berdiskusi sesuai dengan trigger gue di atas. Dan gue kepikiran tentang stigma dilarang jatuh cinta dalam dunia anak-anak, maka itu gue memutuskan untuk menulis di blog ini.

Sejak kecil, pasti kita sudah tahu konsep tentang cinta. Apalagi kalau bukan cinta monyet atau bahasa Inggrisnya puppy love. Menurut gue konsep ini adalah bagian yang sangat unik dari perjalanan manusia, karena cinta yang mereka rasakan itu polos sekali. Bisa aja seorang anak cowok suka dengan teman sekelasnya karena temannya itu rambutnya selalu dikuncir dua setiap hari. Atau seorang anak cewek yang suka dengan teman mainnya karena mereka suka saling meledek satu sama lain. Hal-hal kecil bisa dijadikan alasan utama kenapa mereka bisa merasakan jatuh cinta, walaupun kita tahu seiring waktu berjalan, ada banyak faktor lain yang menentukan perasaan jatuh cinta.

tumblr_lcht94uc4o1qzkw9bo1_5002
Lihat deh, mereka lucu banget ya!

Tapi entah mengapa gue melihat kecenderungan bahwa orang dewasa di negara-negara Timur menganggap bahwa anak-anak tidak boleh mengenal cinta. Mungkin kenalan gue itu juga berpikir demikian, sehingga dia bisa bilang bahwa dia merasa ngeri dengan konsep anak umur 12 tahun sudah bisa bilang falling in love. Tentu kita pernah mendengar atau mengalami, ketika sedang bersemangat menceritakan tentang cinta monyet kita, para orang tua menjawab dengan kata-kata seperti “Ah kamu masih kecil, jangan pacaran dulu lah!”, atau kalau melihat film atau media bermuatan anak-anak yang jatuh cinta, orang dewasa biasanya berkomentar, “Kok film/lagu/video klip ini ngajarin anak kecil pacaran ya, nggak bener nih…”. Pertanyaan gue, kenapa ya banyak orang dewasa yang menganggap kalo anak kecil mengenal cinta itu bahaya? Apa faktor-faktor yang membuat seorang dewasa merasa jengah ketika mendengar atau melihat cerita dua orang anak yang menyukai satu sama lain?

Gue melihat kecenderungan yang berbeda di belahan dunia Barat. Anak-anak, alih-alih dialihkan dari perkara cinta, malah dibiasakan untuk mencintai hal-hal yang ada di sekitarnya sejak kecil. Mencintai orang tua, mencintai saudara, mencintai binatang peliharaan, mencintai guru di sekolah, mencintai teman-teman, dan lain-lain. Jika mereka menyukai temannya di kelas dan dengan polosnya mengaku ke orangtua mereka, si orangtua malah akan menganggap itu sebuah hal yang lucu, bukannya malah dilarang untuk menyukai si temannya tersebut. Mungkin hipotesa gue ini salah, tapi paling nggak itu yang gue perhatikan di luar negeri. Mungkin karena itu juga, banyak muatan media yang mengajarkan cinta, bahkan cinta sejak masih anak-anak. Masih ingat dengan video klip Taylor Swift dan Ed Sheeran yang ‘Everything Has Changed’? Itu salah satu video klip bermuatan cinta monyet.

Kalau menurut gue sih, gue sangat menganggap bahwa cinta itu berhak dinikmati semua makhluk di bumi ini, termasuk anak-anak. Justru mereka memiliki ide cinta yang paling murni, yaitu mencintai seseorang karena hal-hal kecil yang dia lakukan. Bukannya itu hal pertama yang harus kita cintai sebelum mengenal orang tersebut? Cinta monyet memiliki dimensi yang berbeda dan lebih sederhana daripada cinta orang dewasa. Terkadang, orang dewasa suka memaksakan dimensi cinta orang dewasa kepada cinta monyet, sehingga mungkin itu alasan kenapa orang-orang dewasa banyak yang jengah melihat cinta di kalangan anak-anak. Come on, definisi cinta anak umur 12 tahun kan berbeda dengan definisi cinta orang berumur 25 tahun. Jangan langsung dipikirkan kalau anak kecil sudah tahu jatuh cinta, lama-lama dia akan tahu hal yang lebih dewasa, tentang seks misalnya, karena cinta dan seks adalah dua hal yang berbeda.

Yah, kadang-kadang kita yang orang dewasa memang harus belajar mencintai dengan sederhana, seperti puisinya Sapardi Djoko Damono atau seperti cinta versi anak-anak. Kalau kalian, gimana pendapatnya tentang fenomena cinta monyet seperti video di atas? Dan jika kalian punya anak atau saudara yang masih kecil, apa kalian lebih suka mengenalkan konsep tentang cinta dari kecil, atau memilih untuk menghindarkan anak-anak dari cinta monyet?

*Gambar diambil dari sini

15 komentar pada “Anak-anak, Jangan Jatuh Cinta!”

  1. bener banget, jd inget waktu dulu aupair di Belanda, ada anak host family umur 6 th, pacaran sm cowo, ya isinya main bareng doang emang, tp sama org tuanya dianggep lucu malah, ditanyain mau main bareng gakk.. malah adeknya pacar aku, udh punya pacar tetap dr umur 8 th sampe sekarang, tp ya orangtua anggepnya lucu2an aja, toh mereka bukan galau2 gimana, malah jd kaya temen deket..

    Suka

  2. Same as sex before marriage, puppy love here is still considered as taboo. Padahal gue jg setuju sama lo Tal, justru cintanya anak2 itu polos, krn polos seharusnya kita2 yg lebih tua dan lebih tau tinggal mengarahkan konsep ttg cinta/pacaran aja biar ga salah kaprah. Drpd dilarang trus anaknya nyari info di luar yg belum tentu benar malah cenderung menyesatkan

    Suka

    1. Nah iya, atau gak kalo masih cinta monyet ya di lucu lucuan aja lah, nanti kalo tuh anak udah gede bisa jadi bahan ledekan, hehehe.

      Suka

  3. Mungkin karena takut ujung2nya nyangkut ke sex itu tadi, klo ABG udah kenal cinta nanti ngeseks lah etc etc, jadi inget waktu nonton film2 remaja jaman dulu kalau pas ciuman, sensornya ditayangin matahari terbit / terbenam berulang kali sementara audionya masih kedengeran orang ciuman. Hahaha

    Entah kenapa adegan kekerasan / violence masih lebih dipilih daripada adegan cinta (entah ciuman atau seks), dan tabu itu pun akan terus begitu sampai mindsetnya berubah.

    Disukai oleh 2 orang

    1. Hahaha serius? Kalo aku dulu biasanya dipotong adegan ciumannya terus dialognya jadi gak nyambung -_-

      Suka

      1. Aku pas DC ngetren, baru kelas 3 SD. Masih belom boleh nonton, hahaha! Baru pengalaman liat ciuman yang disensor pas kelas 6 SD nonton Meteor Garden

        Suka

  4. Definisi cinta di barat dan di Indonesia berbeda. Di Indonesia, menurutku, cinta itu kawin, seks dan melanjutkan keturunan.

    Sementara di barat, to love is to care about someone else. Sex tidak perlu terlibat, karena hanya 2 individu saling menyayangi.

    Disukai oleh 3 orang

    1. Huahaha iya juga ya mbak. Di Indonesia kesannya yang namanya cinta itu cuma harus antara dua orang, dan selalu ujung ujungnya seks. Padahal kan ga begitu juga. Lagipula itu kan masih anak anak, mana ngerti mereka soal seks. Temenku yang psikolog bilang, umur 12 tahun itu emang wajar cinta monyet karena memang sesuai perkembangan anak…

      Disukai oleh 2 orang

  5. Dari segi bahasa sebetulnya juga sdh beda. Kalau pada saudara org tua lbh bnyk gunakan kata “sayang”. Naksir2 lawan jenis mlh normal bangetlah. Plg ortu hrs dialog dan cek pemahaman saja. Buat yg blm terpapar pornografi atau pengaruh anak lain (yg lbh tua) biasanya pemahaman mrk msh polos2 bgt. Mau diarahkan kmn itu urusan ortu dan kepercayaan masing2…kita tdk bisa judging juga…

    Suka

  6. Klo saya biasa aja mbak. Biar tuh anak2 punya pengalaman. Lagian pas kecil paling2 cuma membelikan jajanan saja untuk menunjukkan rasa cinta, nggak lebih dari itu. Nggak ada ciuman, nggak ada makan malas rpmantis dan nggak ada apel2 an. Hanya mencintai dengan tulus.

    Suka

  7. iya, beda culture dan beda sejarah, maksudku parno-nya orang kan beda2…

    pas di indonesia, aku sih udah biasa dianggurin anak, hiks… anak lanang satu, kalau “pacar”nya belum dijemput dia juga ngga mau pulang – haiyaaaa… emaknya ngaplo nungguin anak 2 main ayunan atau sekedar ngobrol doang.. ngaplonya jauh lagi ngga bole ikutan nimbrung wkwkwkwk *emak kepo

    definisi pacar menurut anak lanang: temen main yg kompak ^^

    Suka

  8. Mungkin lebih khawatir ke perihal cinta di artikan dalam hubungan/ikatan.

    Seperti kata mba Tje Tje, dan di Indonesia sprtinya seringkali konteksnya lari ke pacaran yg bisa jd posesif, toxic, abusive, sex.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.