Mau curhat dikit, ah…
Jadi sudah sekitar dua minggu gue tinggal di Jakarta dan tinggal kurang dari dua minggu lagi sebelum gue kembali ke Belanda. Alih alih gue sedih meninggalkan keluarga dan teman, gue malah seneng. Kenapa?
Karena gue merasa keluarga gue nggak setuju dengan kepindahan gue ke Belanda.
Pada awalnya sih mereka setuju-setuju aja, apalagi bokap gue. Sampai kepulangan gue, mereka nggak pernah misah-misuh apa-apa. Sampai ketika hari pertama gue pulang, terjadilah sebuah dining table conversation yang membuat gue agak merasa nggak nyaman. Singkat kata, gue merasa orangtua gue (bokap nyokap dan oma opa) agak nggak setuju gue pindah ke Belanda untuk melanjutkan karir. Mereka nggak ngomong itu secara harfiah, sih, tapi mereka memberi kata-kata kode yang menjurus ke hal itu, seperti bokap gue yang tiba-tiba membandingkan gaji lulusan S2 di Indonesia dan di luar negeri. Kemudian mereka memberikan gue wejangan yang intinya bahwa gue nggak boleh menghabiskan waktu gue, karena yang namanya waktu itu bergulir sangat cepat. Oke lah ya, gue menerima saran itu, tapi bukan berarti gue akan mengubah pikiran gue tentang pindah ke Belanda untuk mencari kerja dan melanjutkan hidup.
Kemudian setelah dua minggu masalah ini nggak diomongin, tadi pagi oma gue baru saja melakukan sesuatu yang menurut gue sangat nggak sopan dan membuat gue ngerasa sangat nggak nyaman. Jadi begini, setiap pagi keluarga gue (oma, opa dan tante) suka mengadakan doa pagi. Karena gue tinggal di rumah oma gue selama liburan, mau nggak mau gue harus ikutan juga (mereka nggak tau bahwa gue udah nggak practice agama Kristen tapi masih tetap mengaku Kristen). Kemudian oma gue berdoa untuk gue. Awalnya gue udah ngerasa seneng, tapi dia mendoakan rencana gue pulang kembali ke Belanda dan dia menambahkan embel-embel “supaya gue nggak membuang waktu gue”.
Gue yang cuma pose berdoa, langsung kaget. Berarti benar adanya, mereka menganggap bahwa kepindahan gue ke Belanda hanya untuk membuang waktu, dong? Langsung pada saat itu gue merasa sangat nggak nyaman, berbagai pikiran otomatis langsung muncul di kepala gue, seperti kalimat-kalimat ini:
“Jadi dia merasa kepindahan gue ke Belanda ini semacam usaha gue buang-buang waktu gue, gitu? Justru gue JAUH lebih menghabiskan waktu gue tinggal di Indonesia daripada di Belanda, tau! Emangnya dia pikir gue cuma bakal leha-leha ngabisin tenaga, uang dan waktu pas gue nanti tinggal di Belanda? Gue ini pindah ke Belanda karena gue tau negara itu jauh lebih memberikan gue ruang untuk bergerak dan menjadi dewasa untuk kedewasaan gue secara pribadi!”
Sumpah, rasanya menjadi ‘kecil’ itu nggak enak banget. Gue bener-bener ngerasa dikecilkan saat oma gue berdoa seperti itu. Kenapa sih dia nggak bilang supaya gue cepat dapat kerja, apalah, yang lebih positif? Mendoakan supaya gue ‘nggak buang-buang waktu’ saat di Belanda sama aja membuat gue berasumsi bahwa dia berpikir kepindahan gue ke Belanda hanya membuang-buang waktu gue, disaat gue berpikir kenapa gue nggak pindah dari dulu aja karena negara ini sungguh membuang waktu gue.
Teman-teman, pernah ngerasa dikecilkan oleh orang-orang terdekat seperti keluarga?
Pernah. Ortu-ku pernah ditanyain dgn kasar oleh saudaranya: “Itu Tyka ngapain sih ikut Suaminya ke Sydney?” And it made my father cried, he was so sad. Why couldn’t they just be happy for me & mu husband. Udahlah ngga punya anak, eh mau bahagia dgn cara tinggal setahun di Sydney aja kok pake dikomentarin sedemikian rupa. Tp alhamdulillah di Sydney aku ketemu dokter yg menemukan alasan infertiliti-ku jd klo ada yg ungkit2 ttg itu lagi (knp aku kudu ikut ke Sydney), I can tell them proudly: “Aku kesana buat berobat! And then I got pregnant aaaaaand Here’s my son. and you may wipe his ass now.. He’s pooing….” *
SukaSuka
Iya mbak yang penting sekarang akhirnya mimpi punya anak terwujud!
SukaSuka
Pernah banget. Apalagi aku rebel yang sejak lulus kuliah memutuskan pindah ke Jakarta seorang diri. Pas pindah kesini untungnya orang tua ga terlalu syok karena sudah relatif lama hidup jauh dari orang tua, tapi tetep dong masih di doain suruh pulang.
SukaSuka
Mungkin karena budaya disini masih budaya kekeluargaan ya mbak. Padahal kan kita pindah ke luar negeri doesn’t make us less of a family.
SukaSuka
Yang udah merit sama punya anak aja ga boleh pindah keluar dari rumah ortu (my cousin, true story) apalagi kita. Meh.
SukaSuka
Aku keselnya gitu lho. Dibilang buang buang waktu. Siapa yang buang waktu? Malah aku lebih buang waktu disini daripada di Belanda… Aku tau sih aku ga bisa ngubah pendapat mereka. Tapi aku berusaha untuk make peace ke diri sendiri apapun pendapat mereka.
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya bener. Eva, Aku inget kamu cerita ketemu orang Indonesia di CPH dan ditanya: emang boleh tinggal di sini (CPH) sama orang tua? Or something like that.
SukaSuka
Iya Yen, ga perduli kita udah dewasa tapi tetep dong minta ijin orang tua apa enggak. Menurutku ini damaging banget buat rasa percaya diri orang2 muda juga seperti yang diceritain Crystal disini.
SukaSuka
Iya, malah akhirnya aku jadi jauh lebih percaya diri begitu udah jauh dari keluarga karena gak ada yang second guessing. Kalo aku sekarang sih jatuhnya bukan minta izin, tapi lebih ke ngasih tau aku mau gini gini gini. Lebih ke “terserah mereka mau opini apa yang penting gue tau mau ngapain sama idup gue, gak usah juga kan digembar gembor idup gue mau dibawa kemana”
SukaSuka
Crys, Jangan cape jelasin ke mereka ya kenapa kamu mau cari kerja di NL. Sterkte ermee!
SukaSuka
Iya mbak Yo. Hiks. Pengen curhat ke mbak Yo via Whatsapp tapi waktunya ga pas melulu nih!
SukaSuka
Semangat ya Tal!
SukaSuka
🙂 Pernah banget. Dari pengalaman aku sih, yang gini-gini jadiin semacam cambuk aja untuk bisa nunjukkin ke orang-orang ini kalau km bisa jalan di jalan hidup km sendiri. Semangat ya!
SukaSuka
Iya mbak Aya… Capek juga kalo aku berdebat, buang tenaga aja. Mending dijadiin cambuk untuk lebih baik.
SukaSuka
Pernah banget, pas baru lulus bahkan sempat didudukkan dan dimarahin karena dianggap gak punya tujuan hidup. Padahal yang marahin gak ikut kasih makan. Itu pecut buat aku untuk maju.
Sabar ya Tal, time will tell the truth.
SukaDisukai oleh 1 orang
Thanks mbak Ail 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Wajar orang tua khawatir, orang tuaku juga berharap kalau bisa anaknya harus selalu bisa dipantau biar kalau ada apa-apa (amit-amit) langsung bisa ditolong.
Kamu kalau sudah jadi orang tua nantinya juga akan paham yg dirasakan mereka ini.
Yang penting kamu lakuin yg terbaik, jaga kepercayaan mereka, dan buktikan kalau kamu bisa. Juga jangan lupa untuk berdoa ke Tuhan, biar bagaimanapun hanya Dia yg akan mudahkan jalanmu nantinya. 🙂
Terkadang yang tua-tua ini niatnya baik lho, hanya saja mereka ga pandai menyampaikan niatnya. Ya karena jamannya juga sudah jauh berbeda dengan waktu muda mereka dulu.
Good luck!
SukaDisukai oleh 1 orang
Terimakasih ya mbak atas sarannya 🙂
SukaSuka
Kalau merasa pasti pernah. Masalah komunikasi saja kebanyakan. Tinggal membuktikan atau duduk bareng dan menjelaskan plannya ke depan, what if nya, deadline dsb. Kalau keluarga dekat yg kena impact atas hilangnya kita umumnya mmg punya alasan sendiri. Beda dg org lain yg tdk akan kena efek apa2 atas keputusan kita.
SukaSuka
I feel you banget Crys… Gue anak bungsu dari 5 bersaudara. Trus kakak2 gue juga udah pada lebih tua banget dari gue. Sering banget terjadi hidup gue diputuskan atas kemauan ortu & kakak2 instead of my own choices. And I felt powerless 😦
Untungnya nanti pas lo balik ke belanda, bisa agak detached dari keluarga 🙂 Emang agak painful sih untuk keluarga liat elo jadinya mandiri banget, pastinya dari sisi elo juga the journey to become independent is difficult. Unfortunately, mereka ga sadar kalo elo juga stress.. Hehe, tahan2 aja 2 minggu lagi di Jakarta.. Nanti pas balik ke belanda bisa relax dikit 😉 And it’s true, just because you are finding your own ways in life, does not mean you forget about your loved ones..
SukaSuka
Oliv… Thank you banget for understanding. Gue anak pertama di keluarga, dan emang bener kata lo, being independent is difficult, karena harus detach dari comfort zone. Tapi mungkin emang udah berubah, sementara orang2 yang lebih tua sulit mengerti. Kadang kalo gue mikir gini kepikiran loh, kepikiran juga ninggalin ortu dan Oma opa gue, tapi emang gue harus begini buat kehidupan gue sendiri juga, itu risikonya yang harus gue ambil…
SukaSuka
Iya.. Gue juga selalu ngerasa conflicted, karena keluarga ga bisa terima my plans for the future jadinya gue secretive banget sama mereka. That does not feel good. Because you want to share your happiness with your family.. And Indonesian/Asian family have ways to keep you feeling guilty for whatever reasons 😛 Sometimes in a very passive/aggressive way kaya Oma lo pas lagi doain elo..
Jadinya gue selalu bilang sama diri sendiri, “It’s (gonna be) okay. You are making these decisions to give yourself a chance for a good life, a life that you want. And you’re not actually hurting them.. They feel hurt because they fear that you’re growing up. Focus first on yourself, all other things are just noise.” It really took me a long time to get to this state of mind 🙂
At the end of the day, lo bukan orang jahat, you have no bad intentions and and it’s ok to be a little selfish and put yourself first. It’s your life anyway 🙂
Moga2 lo cepet dapet kerja pas balik disini! 🙂 It would make things a lot easier 🙂 🙂
SukaSuka
Thank you for understanding Liv!! Waaa gila semua omongan lo gue relate banget. Iya. Gue berusaha banget untuk make peace dengan itu, dan emang sulit sih rasanya…
SukaSuka
I know Crys and this next year is going to be especially difficult for you because your life and future are at stake.. Hehe.. Dramatis banget ya sepertinya 😛 But it’s totally serious ..
Probably you can relate because I’ve lived through it or still kind of living it.. Gampang aja sih sekarang gue bales-ketik-blablaba, but in reality gue udah tinggal di belanda hampir 10 tahun and gue baru sadar tentang being a little selfish for myself baru awal tahun ini.. *jadinya curhat 😛 * And it’s still a constant struggle every time.. Hopefully your journey won’t be as long as mine 😛
Apalagi kalo lagi ngeskype ke jakarta or even just chatting di whatsapp aja rasanya ada yang risih gitu.. Antara ngerasa guilty ato kesel ato stress & frustrated. Dan elo sekarang lagi face-to-face sama keluarga pasti perasaannya lebih amplified lagi.
Kalo lo udah balik belanda and ever want to talk just shoot me a mail 😉 I’m kind of experienced in this subject haha 😀
SukaSuka
Hmmmm… Dulu inget banget waktu mau jadi pilot nenek gue bilang “kamu jangan nyusahin ibu, sekolah pilot itu biayanya mahal!”
Terus nyokap gue marah ke nenek gue karna dianggap menghancurkan mimpi gue. Sontak tante dan bude gue nyerang gue sama nyokap gue nganggap kita ini durhaka.. Halah drama ah!
Singkat kata adek gue jadi pramugari dan keluarga besar gue bilang “halaah palingan juga dia cuman jadi model buat maskapai itu promosi”, eh ga lama beberapa orang dari mereka ketemu sama adek gue dalam suatu penerbangan dan mereka ngaku ke crew sepesawat adek gue kalo adek gue adalah anak mereka.
Sebelumnya mereka lihat foto gue pake seragam disamping pesawat yang gue taruh di fesbuk (mereka kepo apa gimana taulah) terus tau2 nyebar aja gitu gosip nya katanya gue foto gocengan.
Tau ga foto gocengan? Itu tuh, lo bayar 5rb sama yang jaga pesawat buat poto sampingnya pake kostum seragam yang lo bawa sendiri. Entahlah..
Well, orang boleh bilang apapun siapapun itu tapi kita yang menjalani. Emang mereka bayarin hidup kita dan masa depan kita??
Terus jangan pernah berpikir untuk merubah cara pandang orang lain kalo ga ada pentingnya. Buat apa???
Harus banget kita dihargai??
Coba kita dulu yang menghargai mereka dengan cara belajar memaklumi cara berpikir mereka. Tidak semua manusia punya wawasan yang sama.
Toh keluarga gue ga ikut biayain gue sekolah pilot dan adek gue jadi pramugari. Gue sekolah pilot cari sponsor sendiri dan bisa sendiri, adek gue jadi pramugari karna ibu kita gabisa biayain doi kuliah.
Terus keluarga gue yang cuap2 itu pantes didengerin pendapat nya?
Bukan tutup kuping, tapi yang benar itu keep smile and walk away!
God bless Crystal..
SukaSuka
Makasih ya sudah mampir dan cerita pengalaman kamu! Iya akhirnya aku sekarang sudah kembali ke Belanda dan bekerja 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Hi, gw jadi stalking postingan lawas lo nih… 🙂
Keep focus on what you are fighting for, Crystal.
Sebelum pergi ke NZ 3 tahun lalu, istri (waktu itu masih pacar) gw yang ngalamin kayak gini. Dibilang sama keluarganya, ngapain jauh2 ke NZ, di Indonesia lebih enak, gaji terjamin, etc. Istri gw yang memang ga pernah mau jadi dokter, memang mau kabur dari Indonesia setelah lulus. Bahkan, setelah kita pindah ke sini, tetap ditanya terus kapan balik ke Indonesia. Saat-saat paling stress itu waktu kita di sini masih kesulitan untuk cari kerja, kerja serabutan jadi cleaner etc, keluarganya malah ga pernah kasih support.
But, at the end of the day, selama lo fokus sama yg lo perjuangkan, ga peduliin omongan orang lain, stay cool aja. Well, lo pindah ke Belanda, gw di NZ, teman-teman yang lain pindah ke luar negeri, atau teman-teman di Indonesia juga semua untuk hal yang belum pasti koq. Siapa yang tahu hari esok bisa jadi apa?
Gw setuju sama lo, lo hidup jauh dari keluarga itu bukan buat ‘buang-buang waktu’. Lu pasti jauh lebih percaya diri, lebih mandiri dan lebih dewasa sejak pindah ke Belanda.
SukaSuka
Hi Kiwi (manggilnya itu aja atau ada preferensi panggilan lain?), makasih ya udah mampir dan ubek-ubek postingan lama gue, hehe. Iya, tahun lalu tuh gue down banget, sampe-sampe gue ikut terapi karena gue ga berhenti ngerasa bersalah buat milih jalan gue sendiri. Apalagi pas balik ke Belanda, gue ga langsung dapet kerjaan kantoran, tapi kerja serabutan di restoran, di museum, dll, gue jabanin, asal dapet duit. Akhirnya gue berhasil juga dapet kerjaan yang stabil disini, walaupun ga langsung. Tapi emang itu ngajarin gue banget sih, bahwa yang namanya hidup itu kadang ga bisa ditentuin timelinenya, kadang melipir sedikit, kalo udah kayak gitu, pinter2 kita aja gimana mau fleksibel…
SukaSuka
Haha Kiwi, I’m not a bird or fruit. You can call me Tonny.
Yup, ga semua orang jalan hidupnya mulus. Banyak koq yang harus kerja serabutan dulu. Gw dulu waktu kuliah kerja cleaner, cari pocket money jadi ‘guinea pig’ untuk riset2 lumayan buat grocery seminggu. Lulus kuliah juga kerja casual, sampe akhirnya dapat juga.
Tapi gw seneng Crystal, sekarang jadi banyak ceritanya. Kalo semua mulus, gada cerita serunya.
Lo harus bangga sama diri lo udah bisa lewatin itu semua.
SukaSuka
Duh, ini kenapa jadi spam ya masuknya? Untung gue cek spam dan nemu komen lo… Anyway ini ber “gue-lo” ga papa kan, Tonny?
Iya, gue dulu kerja di museum 3 bulan. Sebenernya asik sih, tapi karena museumnya baru, gue merasa “dimanfaatkan” karena gaji gue cemen banget. Ditambah lagi mereka ga mau ikut hukum sini yaitu gaji per jam sesuai umur pekerja. Akhirnya gue nggak mau perpanjang kontrak karena selama 3 bulan kerja disitu, gue besar pasak daripada tiang melulu.
Setelah itu gue kerja di toko Indonesia, jualan nasi rames, hahaha… Banyak banget itu ceritanya, mulai dari kaki pegel2 tiap pulang kerja, sampe drama sama koki (yang sebenernya karena salah pengertian doang). Sampe akhirnya dapat kerjaan tetap kayak gini. Kalo diliat-liat emang harus bersyukur banget sih, dan harus bangga ama diri sendiri karena biasanya kalo orang gampang nyerah, langsung pulang ke Indonesia aja. Gampang kan…
SukaSuka