“Gue pengen deh punya kulit kayak warna kulit lo, eksotis banget.”
“Pantes aja dia cepet dapet pacar bule, kulit dia kan sawo matang gitu, bule kan suka sama cewek-cewek yang eksotis kayak gitu.”
Pernah dengar, atau melontarkan kalimat mirip-mirip seperti kalimat di atas? Selamat, anda telah ikut berpartisipasi dalam rasisme terselubung abad ke-21!
Mungkin kata eksotis jarang terdengar ketika kita tinggal di Indonesia. Ya iya lah, seluruh mata memandang, orang-orangnya punya kulit dengan warna sama seperti kita, makan makanan yang sama, dan melakukan rutinitas yang sama. Justru di Indonesia, yang dicari-cari bukan kulit bersih sawo matang, tapi kulit putih ala Asia Timur, terbukti dengan banyaknya merek pemutih kulit yang menjanjikan pemakainya kulit putih bersih ala wanita Jepang dan/atau Korea. Berbeda halnya ketika kita memutuskan untuk menetap di negara asing, yang mayoritas orangnya berkulit putih, bermata biru, dan berambut pirang. Tiba-tiba semua kebudayaan yang kita serap di negara ibu, semua makanan dan minuman yang kita konsumsi, dilabeli sebagai makanan dan kebudayaan eksotis. Bukan hanya Indonesia, tapi juga negara-negara lain yang dianggap jauh banget kayak negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara lainnya, apalagi yang budayanya sangat kental.
Gue baru aja ngobrol sama teman gue tentang pemakaian kata eksotis, dan kami berpendapat yang sama, bahwa penggunaan kata itu untuk mendeskripsikan orang adalah salah satu bentuk rasisme yang nggak disadari khalayak umum. Kenapa? Karena… arti dari kata ‘eksotis’ adalah…

Intinya, kata ‘eksotis’ itu lebih ditujukan untuk buah-buahan, makanan, binatang, atau kebudayaan. (Walaupun ternyata pengertian dari kata ini sangat-sangat berpihak ke dunia Barat, da aku mah apa atuh, dari dunia Timur, daerah yang sering dianggap sebagai the great unknown oleh belahan bumi Barat). Makanya gue bilang kalo ada orang yang bilang seseorang itu eksotis, tandanya dia nggak ngerti bahwa pengertian eksotis ini untuk benda-benda mati.
Alasan kedua kenapa gue nggak suka penggunaan kata ‘eksotis’ adalah karena untuk gue kata itu memiliki konotasi negatif, terutama dalam konteks pemakaian hubungan Belanda-Indonesia. Entah kenapa itu mengingatkan gue akan alasan-alasan orang Belanda jaman kolonial yang menginginkan istri orang pribumi karena perempuan Indonesia berkulit coklat, pintar memasak dan pintar mengurus rumah. Mirip-mirip lah, sama penggunaan kata ‘negro’ untuk orang kulit hitam yang sama saja masih menyamakan mereka dengan masa perbudakan, atau… penggunaan kata ‘bule’ yang sering dipakai orang Indonesia untuk menyebut orang berkulit putih dari ras Kaukasian. Atau juga, penggunaan kata ‘Oriental’, ‘Orient‘, atau ‘Far East‘ yang sering dipakai untuk menjelaskan negara-negara dari Asia Timur. Kalau mau dibikin tulisan sendiri tentang mengapa kata ‘Orient‘ berkonotasi miring, wah bisa jadi dalam satu tesis sendiri. Panjang banget ceritanya dan cara penjelasannya pun sulit karena bisa dilihat dari banyak sudut pandang.
Penggunaan kata ‘eksotis’ untuk orang ini sebenarnya termasuk bentuk dari microaggressions, yang bisa diartikan sebagai “brief, daily exchange that send denigrating message to people of color because they belong to a racial minority group” (Sue et al, 2007). Gue sendiri pernah mengalami kejadian terkena microaggressions di tempat kerja. Tiba-tiba kolega baru gue, setelah mengetahui gue orang Indonesia, berkata dengan nada memuji, “Iya, gue tau lah lo orang Indonesia, kulit kalian tuh khas banget, dan gue tau aja dari bentuk wajah lo, pasti lo orang Asia Tenggara!” Yang bikin miris, kolega gue itu datang dari komunitas African American, grup ras yang juga sering terkena microaggressions dari kalangan mayoritas. Rasanya pas denger itu pengen menjengit karena untuk gue itu lumayan rasis untuk menggambarkan darimana asal gue.
Jadi… Kesimpulannya, sebaiknya kata ‘eksotis’ itu jangan dipakai untuk menggambarkan seseorang. Kalau kalian baca narasi-narasi jaman dulu dari negara Barat tentang negara-negara Timur, kelihatan banget maksud gue yang mengatakan bahwa kata ‘eksotis’ ada hubungannya dengan rasisme secara tak terlihat. Kalau mau pakai kata ‘eksotis’, ya gunakanlah itu untuk benda-benda mati seperti buah-buahan.
Untuk artikel-artikel lebih lanjut kenapa kata ‘eksotis’ sebaiknya berhenti dipakai untuk menggambarkan seseorang, bisa dicek di tautan ini, ini dan ini.
Agree!! Tapi gw juga suka ngaku norak kadang suka jambak2 rambut pirang si pacar…haha
SukaDisukai oleh 1 orang
Temen temanku yang kulit putih rambut pirang sering bete kalo mereka ke Indonesia dan langsung dicap “BULE” tanpa mau tau asal mereka dari mana
SukaSuka
Iya setuju. Aku juga kadang ketawa miris baca istilah ethnics di berita yang maksudnya bukan ras – Kaukasus. Ambigu bener sebenernya ya.
SukaSuka
Ambigu banget. Sebenernya “ethnics” masih agak halus sih. Kalo “Exotic” menurutku udah nyebelin bener… Emangnya kita ular? Hahahaha!
SukaSuka
Ember. Sebaliknya juga kan di negara kita, para ras Kaukasus bisa disebut eksotis menurut definisi di atas.
Aku juga kadang bingung pemakaian istilah Asians dalam bahasa Inggris biasanya merujuk ke orang Asia Timur (Jepang, Cina, Korea), baru abis itu ke ASEAN dan sisanya yang lain, sementara Asia itu besar.
SukaSuka
Mbak, di tempat kerjaku dong… Kata kata “menyinggung” seperti “Orient” dan “far East” masih aja dipake, padahal itu terminologi kan udah jadul banget… Bayangin betapa sabarnya aku tiap hari masuk kantor liat kayak gitu terus. Hahahaha! Mau lapor juga susah, itu udah jadi “Trademark” mereka.
Untuk istilah Asians biasanya merujuk ke Asia Timur sih ya, kalau aku biasanya ngomong diri sendiri sebagai Southeast Asian daripada dipikir berasal dari negara Asia Timur. Biar lebih regional, gitu…
SukaSuka
Oh ya, kasih dipake di NL, Orient, Far East. Sangat kolonial, masih belum bisa move on sepertinya mereka ha…ha…
Ini istimewanya bahasa ya memang. Untuk kita ada baggagenya, untuk mereka ini hanya istilah biasa dan ngga merasa offensive.
SukaSuka
Bener banget belum bisa move on xD aku punya temen yang masih nganggep budaya kolonial tuh indah banget dan kesannya romantis banget. Ya kali, jadi males bergaul sama orang begituan, padahal dia suka banget bergaul ama orang Indonesia. Yah soal emotional baggage kayaknya memang seharusnya begitu ya… Dari sudut pandang historis kan mereka yang “mengeksploitasi”, pantas aja sampai sekarang dianggap istilah biasa untuk orang umum.
SukaSuka
He he gif nya pas banget 😀
SukaSuka
Aku ketawa liat GIF itu xD
SukaSuka
Jagoan nyarinyaa Crys
SukaSuka