My Weight Loss Journey

Disklaimer: Tulisan ini bukan dibuat sebagai upaya body shaming atau mempromosikan eating disorder. Baca aja sampe habis.

Semuanya bermula pada bulan April 2019. Saat itu, gue menerima kunjungan dari bokap. Selama weekend itu, seneng sih ada keluarga yang datang, tapi telinga capek banget denger ujaran “Gemuk banget sih kamu!” yang diutarakan berulang-ulang, baik untuk gue maupun untuk R.

Sepulangnya bokap ke Indonesia, gue mulai bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah gue segemuk itu? Akhirnya, berbekal keberanian diri dan uang duapuluh euro, gue membeli timbangan badan elektronik. Betapa kagetnya gue ketika melihat berat badan gue saat itu, 10 kilogram lebih berat daripada berat badan gue empat tahun yang lalu.

Sejak saat itu, gue kemudian bertekad untuk menurunkan berat badan jadi 10 kg lebih ringan. Tapi kan gue anaknya malas olahraga. Mau kurus, gimana caranya, coba?

Kemudian gue sadar bahwa gue harus merelakan makan enak sebagai jalan ninja menurunkan berat badan. Gue pun mengunduh aplikasi My Fitness Pal di ponsel (selanjutnya disebut MFP) dan memulai perjuangan gue untuk menurunkan berat badan. Gue pun mengambil jalur calorie counting sebagai metode diet gue.

Apa itu calorie counting?

Pada dasarnya, menghitung seberapa besar kalori (kcal) yang masuk dan disesuaikan dengan aktivitas kita sehari-hari. Kalau kita tipe pekerja kantoran yang kebanyakan duduk dan menghadap komputer, sebaiknya kita mengonsumsi makanan rendah kalori. Beda lagi jika pekerjaan kita membutuhkan banyak energi, maka kita disarankan mengonsumsi makanan tinggi kalori. Kalau mau tahu lebih jelas tentang calorie counting, gue menyarankan kalian untuk baca artikel ini.

Semuanya bisa dilakukan lewat aplikasi MFP. Di awal-awal, mereka akan memberikan semacam kuis untuk kita. Tentang berat badan kita, tinggi badan, dan tujuan menggunakan MFP (mau menaikkan BB, menurunkan BB, atau menjaga BB yang sekarang). Berdasarkan jawaban kita, MFP akan memberikan kita target berapa banyak kalori yang harus kita makan tiap hari untuk mencapai target BB kita.

Seperti ini nih, interface aplikasi MFP

Karena gue mau turun 10 kg dan nggak ngoyo-ngoyo amat, maka MFP menilai gue harus makan maksimal 1200 kcal sehari. Ya udah, gue iya-in aja.

First Three Months are the Hardest!

Awalnya gue pikir menghitung kalori cukup gampang. Ternyata anggapan gue SALAH BESAR, sodara-sodara!!! Bahkan cemilan yang awalnya gue pikir bebas dari dosa, ternyata banyak sekali kandungan kalori dan gulanya. Tahukah kamu bahwa satu gelas es cendol mengandung 360 kcal? Atau satu bungkus Indomie, walaupun menurut tabel gizi hanya mengandung 350 kcal per porsi, tapi kandungan natriumnya sangat tinggi?

Tiga bulan pertama tuh sangat menyiksa untuk gue. Gue bingung mau makan apa karena ternyata hampir semua makanan yang gue suka kalorinya tinggi sekali, mulai dari chips, kerupuk, nasi putih panas-panas pakai ayam goreng, Indomie… dan membuat gue sadar bahwa pola makan gue sangat ngga sehat. Pelan-pelan, gue mulai mengubah pola makan gue. Yang tadinya makan berat 2-3x sehari, kini hanya 1x sehari.

Pola Makan yang Baru

Setiap pagi, gue cukup minum kopi di kantor. Selalu minum satu cangkir cappuccino dan susu full milk.

Makan siang gue sangat sederhana: ROTI. Biasanya gue memilih roti yang banyak seratnya atau ada biji-bijiannya. Roti macam ini bikin gue kenyang untuk waktu lebih lama. Biasanya gue makan roti pakai selai coklat, dioles tipis-tipis, atau satu lembar keju. Kalau lagi niat, gue bikin wrap dari rumah, atau bawa salad.

Gue baru ngegas makan saat makan malam. Karena makan pagi dan siang gue sudah rendah kalori, maka gue bisa makan apa saja di malam hari. Makan ramen? Ayo! Makan pasta? Ngga masalah. Diajak ke restoran sushi all you can eat juga mau.

Kadang-kadang, gue memberlakukan “Minggu Tanpa Daging” dimana gue makan hanya protein nabati dan sayur-sayuran untuk detoksifikasi tubuh. Untungnya, disini semangat makan vegan mulai merajalela, jadi gue nggak sulit nyari-nyari protein nabati dan daging “bohongan” yang rasanya mirip banget kayak daging.

Lain pola makan di hari kerja, lain juga pola makan saat akhir minggu. Di tiga bulan pertama, gue menganggap sehari dalam weekend sebagai cheat day dimana gue bisa makan mie instan, burger, chips, dll. Tapi lama-lama seiring tubuh gue terbiasa dengan pola makan yang baru, setiap weekend-pun gue juga nyarinya makanan yang sama seperti hari kerja.

Apa yang gue pelajari dari calorie counting?

Bisa dibilang, calorie counting adalah turning point dari perjalanan diet gue. Berkat metode ini, gue belajar banyak sekali hal-hal tentang gizi dan nutrisi.

Yang pertama, gue belajar bahwa calorie counting nggak untuk semua orang. Ada orang-orang yang lebih cocok diet lain seperti Paleo, ketogenic, atau water fasting. Semua tergantung tubuh kita.

Yang kedua, lewat metode ini, palet lidah gue dilatih untuk mengecap rasa baru diluar makanan yang biasa gue makan. Contohnya, karena nasi putih tinggi kalori dan GI, gue jadi mencari alternatif nasi. Demikian pula dengan pasta atau makanan tinggi kalori lainnya. Kadang gue mengganti pasta putih dengan pasta dari gandum atau makan bikin nasi goreng dari kembang kol. Gue juga mengakrabkan diri dengan karbohidrat rendah kalori seperti kentang dan roti, bahkan tidak makan karbohidrat sama sekali.

Yang ketiga, calorie counting mengajarkan gue untuk disiplin dengan pola makan. Sekarang, setiap hari gue membatasi diri untuk makan berat hanya satu kali saja. Kalau terpaksa banget harus makan berat tiga kali sehari, biasanya gue lebih mengonsumsi proteinnya dan memperbanyak makan sayur dan buah saat perut terasa lapar.

Hasilnya apa?

Dalam waktu satu tahun, gue turun 10 kg. Berat gue sekarang sudah stabil, sama seperti berat badan ketika awal gue berangkat ke Belanda tahun 2015 lalu. Selain itu, karena gue sudah terbiasa makan sedikit, jadi nggak masalah jika harus makan selain makan nasi dalam satu hari.

Mungkin banyak yang berpikir kok lelet banget ya turun 10 kg dicapai dalam waktu satu tahun. Yang pertama, ini kan perjalanan gue, jadi ya suka-suka gue mau turun berapa kg dalam waktu berapa lama. Yang kedua, pasti berat badan gue akan turun lebih cepat jika gue berolahraga, tapi karena gue anaknya males, jadi lebih baik menurunkan berat badan dengan cara mengatur pola makan aja, deh.

Ada yang tertarik mencoba calorie counting? Atau sudah berhasil menurunkan berat badan dan hidup lebih sehat dengan metode ini? Yuk ngobrol di kolom komentar!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.