Enggak, gue nggak mau nulis disklaimer sebelum tulisan ini karena menurut gue pengetahuan kesehatan reproduksi dan informasi tentang kontrasepsi wajib bisa diakses semua orang dari berbagai usia.
Ini sudah tahun 2020 tapi nyatanya masih banyak negara di dunia yang menabukan tiga topik ini: reproduksi, pendidikan seks, dan kontrasepsi. Masih banyak juga negara di yang menggunakan praktek abstinence sebagai pendekatan pendidikan seks untuk pelajar dan membuat alat kontrasepsi sebagai hal yang eksklusif untuk pasangan yang sudah menikah. Menurut gue, alat kontrasepsi adalah hak semua orang, tak terkecuali status pernikahannya.
Walaupun belakangan ini sudah banyak gerakan menormalisasikan pendidikan seks dan kontrasepsi di ranah umum, karena norma sosial dan agama, hanya kota-kota besar yang mendapat hak istimewa untuk menerima informasi seperti ini. Alhasil, masih banyak orang yang cari-cari tahu sendiri dan malah mendapatkan informasi yang salah. Hal ini bisa menyebabkan tingginya kehamilan remaja yang pasti berhubungan dengan angka pernikahan anak dan tingkat kematian ibu.
Bagaimana sih pendidikan seks dan akses kontrasepsi di tempat gue tinggal? Mari baca disini.
Pendidikan Seks di Belanda
Sebagai salah satu negara progresif dunia, Belanda memberlakukan pendidikan seks kepada warganya sejak dini yang diajarkan sejak kecil. Daripada bersikap denial tentang seks, pemerintahnya menyadari bahwa seks adalah bagian dari hidup manusia yang normal. Maka dari itu, pendidikan seks sudah diajarkan ke anak-anak sejak usia empat tahun dalam bentuk pengajaran konsep consent.
Semakin besar, topik yang diajarkan tentu berbeda, sesuai dengan tumbuh kembang dan rasa penasaran si anak. Bahkan pacar gue pernah bilang, saat dia ikut kelas pendidikan seks, ada siswa cewek yang nanya gimana cara melakukan oral sex yang dijawab dengan gamblang oleh gurunya.
Kontrasepsi di Belanda
Pendidikan seks di Belanda berjalan bergandengan tangan dengan keterbukaan masyarakat tentang alat kontrasepsi. Di Belanda, para remaja sudah dikenalkan dengan metode kontrasepsi seperti kondom dan pil KB. Bahkan untuk orang-orang dibawah 21 tahun, alat kontrasepsi untuk wanita bisa dibeli dengan cuma-cuma.
Kalau kamu di atas 21 tahun, barulah kamu harus menambahkan paket tambahan di asuransi kesehatanmu agar bisa mengakses beragam pilihan kontrasepsi dengan lebih mudah. Tapi untuk pil KB (alat kontrasepsi paling umum di Belanda) sih tidak mahal, bahkan jika kamu tidak punya paket tambahan untuk kontrasepsi di asuransimu. Satu boks pil kontrasepsi berisi enam strip untuk enam bulan bisa ditebus dengan harga kurang lebih 12 euro di apotek.
Gimana cara mengakses kontrasepsi di Belanda?
Kalau kamu cowok dan belum mau vasektomi, ya gampang, tinggal beli kondom saja. Kondom bisa dibeli dimana-mana, mulai dari apotek yang menjual obat dokter sampai toko obat biasa seperti Kruidvat, Etos, atau Trekpleister. Sudah tidak jarang bagi cowok-cowok untuk bawa paling nggak satu strip kondom di dompet mereka, kali-kali aja nemu cewek kece di bar.
Kalau kamu cewek, kamu harus pergi ke huisarts kamu dan menjelaskan bahwa kamu ingin pakai alat kontrasepsi. Dokter kamu kemudian akan memberikan pertanyaan seputar sejarah kesehatan kamu hingga akhirnya jenis alat kontrasepsi apa yang kamu inginkan. Untuk yang paling standar, biasanya dokter akan menyarankan kamu untuk pakai pil KB. Tinggal tebus resep dokter di apotek. Asuransi biasanya akan mengirimkan tagihan obat langsung ke e-mail atau alamat rumahmu, jadi kamu ngga usah bayar di apotek.

Ingin tahu jenis kontrasepsi yang cocok dengan dirimu? Coba main-main ke website ini (dalam bahasa Belanda).
Jika kamu memilih untuk pakai alat kontrasepsi yang dimasukkan ke tubuh, maka sepertinya kamu membutuhkan paket tambahan asuransi seperti yang diceritakan di atas nih, karena alat kontrasepsi seperti ini biasanya tidak murah. Jika kamu punya paket tambahan, kamu berhak mendapatkan reimburse hingga sekian persen untuk pemasangan alat kontrasepsi pilihanmu. Ini juga berlaku untuk cowok-cowok yang mau vasektomi, ya!
Apakah dokter akan nge-judge kalau kita mau pakai kontrasepsi?
100% ngga bakal ada yang judge. Fungsi dokter disini adalah sebagai pusat utama pemberian informasi paling tepat tentang kontrasepsi. Ini hormon loh yang mau dimasukkin ke tubuhmu, jadi kamu harus tahu benar mau pilih tipe kontrasepsi yang mana. Dokter akan menanyakan sejarah kesehatanmu, apakah ada keluarga yang kena kanker, riwayat penyakit yang kamu punya dll, agar dia bisa menyarankan tipe kontrasepsi yang tepat.
Gue pernah denger dari teman internet. Di Indonesia, akses kontrasepsi sulit sekali didapat. Alasannya beragam, mulai dari stigma sosial, harga alat kontrasepsi yang mahal, hingga dokter yang kadang suka memberi unsolicited advice jika kita datang untuk minta saran alat kontrasepsi. Berdasarkan pengalaman gue, dokter akan jadi safe space tempat kita bisa bercerita tentang berbagai keluhan fisik kita, termasuk ketika kita memilih untuk mengintervensi hormon kita dengan cara memakai alat kontrasepsi.
Semoga tulisan ini bermanfaat jika kamu berniat untuk memakai alat kontrasepsi di Belanda tapi masih ragu-ragu pergi ke dokter untuk memulai. Menurut gue, alat kontrasepsi bukan hanya untuk perempuan yang sudah aktif secara seksual dan untuk mencegah kehamilan tak diinginkan, tapi alat kontrasepsi juga bisa bikin siklus menstruasi kamu lebih lancar, menstruasi tanpa PMS, dan mencerahkan kulit!
Bahaha jadi ingat waktu kuliah di Indonesia, untuk salah satu mata kuliahnya dapet tugas me-riset ttg ketabuan dalam masyarakat (maklum anak psikologi). Gue ambil topik ttg KB, morning after pill seperti postinor, dll. dan sbg bagian riset gue keliling puskesmas, apotek, dsb. buat nanyain info ttg pil kb, morning after pill, and bbg opsi KB lainnya seperti spiral dll. (tentu tanpa bilang itu buat kuliah, biar dapet esensi ketabu-annya). Cuma nanya info doang lho.
Adanya cuma ditatap sinis sama mba2 apotek atau puskesmas, โKita gak jualan yang kayak gitu di sini.โ padahal yang gue tanyakan adl OPSI berbagai macam obat atau layanan yang tersedia untuk KB itu apa aja, BUKAN mereka jual obat A B dan C atau tidak.
Tapi kalau gue ngomong langsung sama dokternya (baik di puskesmas atau apotek), justru sebagian besar mereka malah engga judging sama sekali. Mereka malah nanya-nanya history kesehatan gue apa, kemudian ngasih info aja langsung ttg opsinya apa aja. Bahkan engga nanya gue udah nikah atau belum. Memang ada satu-dua yg keliatan agak judgy, tapi lebih ke ngasih nasehat tapi juga tetep ngasi info yg diminta.
SukaSuka
Wah bagus lah kalo di Indonesia masih ada dokter2 yang ga judgmental kayak gitu. Tahun berapa tuh mbak?
SukaSuka
Hmm, around 2010.. ha ha, nunjukin usia banget yak ๐ dan tambah kagumnya, itu di daerah2 jawa yang lumayan konservatif juga.
SukaSuka
Wah, salut!
SukaSuka
Gemes memang kadang klo di Indonesia prejudisnya ada aja. Aku dulu beli jadinya gapake konsultasi dokter karna pernah dinyinyirin dokter. Parah kan? Padahal setelah kesini baru tau pentingnya konsultasi dengan dokter karna risiko pendaharan otak misalnya dengan pil Kb dst dst. Yg sudah menikah mo sterilisasi aja dipersulit padahal sudah ada anak, jangan tanya yg belum punya anak. Negara agama ini emang susah apa apa ditabuin. Capede
SukaSuka
Betul, lebih baik pakai yang lain kalau ada sejarah penyakit di keluarga yang bisa pengaruh kalau pake pil KB misalnya. Disini aku ngerasa banget sih bahwa tubuh kita adalah otoritas kita, walaupun pengalamannya baru pil KB karena untungnya cocok.
SukaSuka
Halo, ini bener banget. Pengalamanku dulu waktu hamil anak kedua, aku konsul sm spog aku. Mau steril stlh anak kedua. Krn mmg plan aku 2 anak saja, mengingat anak pertama & kedua jaraknya jg deket, ga sampe 2 thn. Aku sm suami sdh rembuk dr pas awal kehamilan mau tubectomy. Ditolak dong sm spog. Dgn alasan peraturan dr pemerintah apa IDI (aku lupa) yg tidak memperbolehkan wanita usia di bawah 30thn dan jumlah offspring di bawah 3 anak untuk steril. Don’t ask me why they come up with such excuse, padahal ini dgn consent aku & suami loh. Pihak yang lebih sesepuh jg turut tidak mendukung pilihan kami. My body belongs to me, so I can decide what’s best for my body.
SukaSuka
Aduh aku juga denger tuh cerita2 seperti itu. Udah pake consent suami juga masih ga boleh? Kayaknya kalo aku tinggal di Indonesia dengan rencana punya anak cuma 1 dan langsung tubektomi, ga bakal kejadian dah tuh tubektominya. Kalo pihak sesepuh mah udah pasti ga dukung, mereka rata2 pendukung “banyak anak banyak rejeki” kan. Kadang kesadaran masyarakat tentang keluarga berencana tidak didukung sistem yang memadai ya.
SukaSuka
Pendidikan seks, sebaiknya ditanamkan dulu dari rumah, sebelum dapat dari sekolah. Jadi pondasinya dari rumah. Diajarkan pas mandiin anak, sekitar 6 bulan an, mulai dikasih tau namanya vagina atau penis. Nanti pas fase mereka pegang2 penis dan vagina (1 tahun) biasanya sudah recall kalau dikasih tebak2an mana vagina/penis mereka bisa nunjuk. Usia 1.5 tahun mereka sdh bisa menyebutkan klo Ibu punyanya vagina, papa penis dan dia penis/vagina. Menyebut secara benar ini penting. Tidak menyimbolkan. Nanti sesuai bertambah umur ditambahi info ttg siapa yg boleh/tidak pegang penis/vaginanya untuk alasan apa, fungsinya penis/vagina. Jadi nanti pas masuk sekolah, lalu dapat pendidikan seks di sekolah, mereka sudah ada pondasi kuat dari rumah. Setidaknya mereka tahu/merasa bahwa pembahasan pendidikan seks di rumah sama halnya spt membahas nanti sore menu makannya apa alias pembahasan standar, bukan hal yg tabu. Bisa dibicarakan sewaktu2.
SukaSuka
Sepertinya bahkan penamaan jenis kelamin tu penting banget ya pas di rumah. Dari situ baru deh di sekolah, tentang pentingnya consent dan seiring waktu berkembang ke topik yang lebih berat sesuai dengan umur si anak. Kayaknya kalau dari kecil si anak udah dapet pendidikan seks di rumah, pas besar juga ga akan sungkan untuk nanya ke orangtua tentang seks itu sendiri, yang bisa berujung ke diskusi sehat. Mendingan kayak gini daripada ortu pantang bicara tentang seks ke anak, jadi si anak cari info mengenai seksualitas dari luar.
SukaSuka