Travel Memories

Sebelumnya, terimakasih banyak untuk mbak Eva yang sudah tag gue untuk meneruskan tulisan ini. Without further ado, let’s get to it!


Gara-gara pandemi Coronavirus, seluruh rencana jalan-jalan gue gagal semua. Bulan April lalu, gue berencana untuk pergi ke Indonesia dan Malaysia. Dilanjutkan dengan impian lebih banyak weekend trip ke negara-negara sekeliling Belanda, atau berkunjung ke Sardinia bersama R di musim panas. Pandemi ini menyebabkan gue harus kembali duduk manis di rumah dan cukup berandai-andai sampe bego.

Maka dari itu, gue ngerti banget nih kenapa mbak Eva menulis tentang memori traveling. Kadang-kadang yang asik diingat ya memori negara-negara yang pernah kita kunjungi. Yuk, mari ikut berandai-andai bersama gue 🙂


Memori jalan-jalan terbaik

Ada dua memori jalan-jalan terbaik yang sejauh ini gue ingat: jalan-jalan ke Singapura bersama geng jaman kuliah S1 (tahun 2013), dan jalan-jalan ke Thailand bersama dua senior kampus (tahun 2014).

Yang pertama, jalan-jalan ke Thailand bersama dua senior kampus, Taca dan Kikin. Ini kali pertama gue jalan-jalan sama mereka. Tadinya cuma mau berdua aja (gue dan Taca), tapi Kikin kepingin ikut, pengen ikutan ngerasain Songkran. Jadilah kami di Thailand lumayan lama, mengitari kota Bangkok dan sekitarnya selama kurang lebih 9 hari.

Banyak sekali pengalaman seru yang kami alami. Mulai dari panas-panasan naik kereta ekonomi dari Bangkok ke Ayutthaya, ikutan Songkran tiga hari basah-basahan, mencicipi makanan jalanan Thailand yang super enak, berasa kayak milyuner karena kurs THB lebih murah daripada IDR, dan menemani si Kikin belanja buat sekeluarga yang kelihatannya kayak belanja buat satu RT.

Yang kedua adalah jalan-jalan ke Singapura bersama geng S1 yang sampai sekarang masih cukup dekat. Kami hanya tiga hari dua malam di Singapura, tapi kesannya masih berbekas sampe sekarang. Yang paling berkesan dari trip itu adalah peristiwa kami telat check-in yang mengakibatkan kami harus beli tiket pulang go show di airport, padahal kami cuma telat 10 menit muncul di meja check-in. Selain itu, memori tak terlupakan lainnya adalah jalan-jalan sampe nyasar di daerah Helix Bridge sampe malem. Saking capeknya, kami sampe ketawa-ketawa sendiri sepanjang mencari MRT, kayak orang mabok.

Berpose di stasiun kereta Bangkok sebelum bertolak ke Ayutthaya
Poto satu geng di salah satu lorong artsy di Singapore.

Memori jalan-jalan terburuk

Bisa dibilang, trip ke Ozora Festival di Hungaria dua tahun lalu adalah salah satu memori jalan-jalan menyebalkan buat gue. Ozora Festival ini kan festival musik khusus trance, yang notabene adalah musik kesukaan R. Gue sih ikut saja karena mikir “Oh, mungkin bisa menyenangkan juga kali buat gue, karena bukan hanya musik, tapi juga ada workshop macam-macam”.

Boro-boro gue ikutan workshop. Karena acaranya diadakan di lembah antah berantah di tengah-tengah Hungaria, kondisi cuacanya ekstrim banget: super panas di siang hari dan super dingin di malam hari. Udah gitu, gue pun nggak cocok dengan peserta festival-nya, yang menurut gue terlalu hippie. Pengedar narkotika (party drugs) juga tersebar dimana-mana, bikin gue sangat cemas dan nggak nyaman.

Puncaknya adalah di hari ketiga Ozora, saat hujan deras menghempas daerah perkemahan kami. Mungkin karena topografi tempat festival, hujan anginnya parah banget, mirip dengan badai di Jakarta. Begitu badai selesai, kami datang ke kemah, kondisinya sudah acakadul, untungnya kami masih bisa menyelamatkan beberapa baju. Akhirnya gue ngotot pergi ke Budapest di pagi harinya. Bodo amat deh, harus bayar taksi mahal, yang penting bisa dapat penginapan yang layak.

Sejak ke Ozora Festival itu, gue sudah kapok pergi ke festival lain. Mending uangnya ditabung untuk jalan-jalan model lain saja, deh.

Tapi setelah keluar dari daerah Ozora dan berangkat ke Budapest, semuanya terasa lebih baik. Kami dapat penginapan yang murah dan layak, makanan di Budapest juga enak-enak dan semuanya lebih murah daripada di Eropa Barat. Kami menghabiskan waktu ke museum, ke taman kota, dan di hari terakhir, kami sengaja menghabiskan uang dengan cara makan sushi di restoran Jepang.

Situasi panggung utama Ozora di malam hari
Pasar di pusat kota Budapest
Jembatan yang menghubungkan dua kota bersejarah: Buda dan Pest, yang sekarang tergabung menjadi Budapest

Jalan-jalan paling berkesan

Yang bisa gue ingat adalah jalan-jalan dua minggu di Rumania bersama R, tahun 2017. Kami berangkat bener-bener di puncak musim panas, sekitar Juli atau Agustus gitu deh.

Rumania adalah negara yang bener-bener unik. Pertama kali gue menginjakkan kaki di bandara Henri Coanda, entah kenapa gue punya feeling bahwa negara ini punya vibe yang sama dengan Indonesia. Eh taunya bener aja, lho. Sepuluh hari di Rumania nggak ubahnya seperti sepuluh hari keliling Jakarta, apalagi karena kami menghabiskan 2/3 trip ke kota-kota kecil. Kata temen gue si Louie bener banget, seolah-olah Rumania ditempel secara ngasal di peta Eropa, karena isinya beda banget dengan negara-negara Eropa kebanyakan.

Yang paling berkesan di Rumania adalah panasnya yang luar biasa nyentrong, bertandang ke rumah kakek dan neneknya R di tengah-tengah ladang bunga matahari, dan pergi ke Vama Veche, destinasi pantai yang persis banget daerah Kuta di Bali.

Makanannya juga enak-enak. Gue suka banget dengan penyajian nasi mereka yang dinamakan pilaf, dan apalagi kalau bukan sarmale, cabbage rolls kebanggaan rakyat Rumania yang muncul di daerah-daerah lain dengan berbagai versi (di Turki, Bulgaria, negara-negara Balkan, dan Yunani punya versi masing-masing dari sarmale). Kepengen lagi deh, kesana!

Habis ini, mau kemana?

Halah, lagi pandemi, males juga mikirin mau kemana lagi, karena semua masih serba tak pasti. Tapi kalau boleh ngelamun bego sih, kepingin banget pergi ke Sardinia, atau balik lagi ke Asia Tenggara. Sepertinya keinginan pergi ke Sardinia bisa direalisasikan secepatnya, tapi kalau ke Asia Tenggara, tunggu satu-dua tahun lagi, deh.

Untuk menutup tulisan penuh memori ini, gue menantang mbak Deny dan Christa untuk menuliskan travel memory versi mereka! Kalau ada yang mau nulis di blog sendiri tanpa ditantang juga silakan lho!

6 komentar pada “Travel Memories”

  1. Yayy! Akhirnya nulis juga! Kebayang pasti bete banget itu di festival udah cuacanya buruk banget trus ga cocok banget sama audiensnya, syukurlah bisa cus ke Budapest. Akutu cinta banget sama Budapest, makanannya enak, apa apa murmer, pengen ke pemandiannya, pengen kesana lagi pokoknya. Semoga!

    Suka

    1. Iya, akhirnya rampung juga nih tulisan 😀
      Yang Ozora Festival itu aku gak lagi2 deh. Mana makanan disana mahal banget, padahal cuma makanan festival biasa, terus gabungan audiens yang gak nyambung, musik yang gak nyambung, dan cuaca buruk bener2 bikin aku kapok.
      Budapest emang menarik banget, kami pergi ke pemandian lokal, puas banget berendam air hangat 2 jam lebih. Pegel2ku langsung ilang abis berendam.

      Suka

  2. Crys, terima kasih sudah ditag. Akan kukerjakan. Itu yang acara music di Hungaria, kece ya dari atas. Lampu2nya. Aku suka lihat acara yg lampu2nya bagus. Tapi ga suka keramaiannya.

    Suka

    1. Overall sih layoutnya keren banget dan luas banget, mbak. Sampe ada gubuk2 kecil untuk workshop meditasi. Favorit kami sih gubuk kecil tempat ngambil teh (iya, ngambil, teh berbagai rasa, gratis). Tapi gak suka keramaian dan musiknya. Coba aja musiknya cocok sama aku, pasti aku lebih enjoy.

      Suka

  3. Jadi makin penasaran sama Rumania. Semoga segera bisa ke sana. Sempat ke Bran Castle juga nggak, Crys?
    Budapest emang top deh kalau soal makanan – enak, murah dan lebih berbumbu ya ketimbang makanan di Jerman 😀

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.