Corona Bride Diary

Jumat, 7 Agustus 2020 adalah hari yang pastinya tidak terlupakan untuk gue (kecuali amit-amit di kemudian hari salah satu dari kami kecelakaan atau kena penyakit Alzheimer). Di hari itu, kami menyatakan “I do” di depan satu sama lain dan secara resmi masuk ke ikatan kontrak pernikahan yang sah di mata hukum Belanda bersama R. (Paragraf pembuka ini kesannya pragmatis dan nggak romantis banget, tapi memang faktanya seperti itu, bukan?)

Persiapan pernikahan kami sudah dilaksanakan sejak Oktober 2019. Kami berpikir, enam bulan adalah waktu yang cukup untuk menabung. Kami juga melangsungkan pernikahan di hari kerja karena biayanya lebih murah daripada kalau menikah di hari Sabtu/Minggu.

Gue dan R nggak mau prosesi dan resepsi yang ribet, makanya kami memutuskan untuk melangsungkan pernikahan di sore hari, dilanjutkan dengan makan malam di restoran tepat di depan Balai Kota yang menawarkan paket makan malam full service dengan harga yang sangat kompetitif. Mereka bahkan menyediakan servis bikin kue pengantin, lho!

Mengurus Pernikahan Saat Pandemi

Tiba-tiba saat yang tak terduga datang. Dunia terkena pandemi Coronavirus. Seperti halnya kota-kota besar di Eropa, seluruh kegiatan ekonomi berhenti total mulai bulan Februari/Maret, tak ubahnya Den Haag. Pemerintah memberikan keputusan untuk menutup restoran, hotel, dan pusat rekreasi. Termasuk restoran tempat makan malam kami.

Sejak bulan Maret 2020, seluruh komunikasi kami dengan restoran berhenti. Dunia seakan berputar jauh lebih lamban daripada biasanya. Selama Maret hingga Juni 2020, kami nggak bisa ngapa-ngapain. Beruntung gaun pernikahan sudah dipesan, MUA sudah deal, tinggal menunggu update dari restoran saja.

Begitu masuk bulan Juni dan intelligent lockdown Belanda perlahan mulai berakhir, kami langsung menghubungi restoran dan melanjutkan komunikasi secara intens, karena masih banyak hal yang belum komplit, seperti daftar tamu dan tempat duduk tamu. Sempat deg-degan juga sih untuk bulan Agustus. Untungnya, persiapan pernikahan mulai dari bulan Juni sampai hari-H berjalan sangat lancar.

Menikah Tanpa Keluarga dan Tanpa Drama

Judulnya sedih amat ya? Tapi kenyataannya nggak sedih-sedih amat, kok. Karena pandemi Corona ini, keluarga gue nggak ada yang bisa datang ke acara pernikahan kami. Dari keluarga R sih, om dan tantenya datang, begitu juga sepupu dan kawan-kawan lama nyokapnya. Mereka semua berdatangan dari negara-negara berbeda. Ada yang datang dari Inggris, Irlandia, dan Italia.

Walaupun keluarga gue nggak datang, tapi ada juga beberapa kawan blogger yang menyanggupkan datang ke acara pernikahan kami, seperti mbak Deny dan mbak Ajeng beserta suami. Makasih banyak ya konco-konco julidku di dunia maya, sudah pada mau datang!

Suasana upacara pernikahan di Balai Kota.

Gue sendiri nggak terlalu sedih keluarga gue nggak bisa datang karena jaman sekarang teknologi sudah sangat canggih (lagi-lagi, sepertinya gue menanggapi absennya keluarga gue dengan sangat pragmatis). Saat upacara pernikahan di Balai Kota, kami menggunakan aplikasi Zoom untuk menyiarkan upacara tersebut ke penonton terbatas di Indonesia. Dari layar laptop, gue bisa nonton reaksi bokap, nyokap, dan sahabat-sahabat saat pernikahan kami dinyatakan sah oleh negara.

wedding zoom ceremony on laptop
Menyapa penonton di kanal Zoom pribadi!

Acara Pernikahan yang Intim

Boleh pamer sedikit, nggak? Untuk acara ini, semua biayanya betul-betul dari dompet kami berdua (dan sedikit dari nyokapnya R, tapi beliau nggak nuntut mau ini-itu).

Sejak perencanaan awal pernikahan, kami sudah sepakat nggak mau melibatkan keluarga gue. Selain karena mereka jauh, beberapa keluarga gue masih terlampau kepo dan suka ngasih saran-saran nggak penting. Ada juga yang suka berlagak seperti party planner dadakan.

Semuanya kami lakukan secara swadaya, termasuk menentukan siapa yang kami undang. Hampir tidak ada ‘tamu titipan’ yang biasanya muncul di pesta pernikahan Indonesia, atau tamu yang mengundang diri mereka sendiri (ada sih, satu pasang).

Acara pernikahannya juga begitu, santai banget. Hari itu cukup panas, jadi banyak tamu yang mengenakan pakaian semi-formal yang cukup santai dan menyerap keringat. Sekitar jam 8 malam, cuaca mulai berpihak kepada kami, panasnya menurun, diganti dengan angin sepoi-sepoi. Beruntung banget baju gue nyaman, satu paket bajunya R juga nggak bikin keringetan atau gerah.

Para tamu juga bisa saling ngobrol dengan bebas, walaupun menurut aturan Corona, para tamu nggak boleh pindah-pindah saat makan malam. Karena saling mengenal satu sama lain, mudah bagi kami untuk mengelompokkan mereka dalam beberapa meja. Jika tidak kenal, maka sebisa mungkin kami tempatkan mereka dengan orang-orang yang punya latarbelakang yang sama.

Kapan lagi bisa makan santai bersama para tamu seperti ini?

Kesan-kesan Menikah Hemat

Puas banget deh rasanya. Untuk pertama kali dalam hidup, gue melakukan sesuatu yang 100% maunya kami berdua, mulai dari konsep, tanggal, desain undangan, hingga jumlah tamu dan siapa saja yang mau diundang.

Selain itu, menikah secara sederhana juga terbukti bikin jauh dari stres yang tidak perlu. Kami berusaha kreatif dalam mengkomunikasikan hari bahagia kami untuk menekan budget serendah mungkin. Contohnya, undangan save the date dan undangan resmi dikirim secara online lewat platform bernama Paperless Post dan komunikasi lebih lanjut dilakukan lewat Whatsapp. Desain undangan tersebut gue gambar sendiri pakai aplikasi Procreate di tablet. Bahkan placecard untuk para tamu pun gue desain dan gue tulis sendiri pakai kemampuan handlettering gue yang sepertinya masih cukup terlatih. Modalnya hanya beli kertas tebal dan washi tape dari Pipoos dan HEMA.

Melangsungkan acara pernikahan secara sederhana juga membuat kami merajut kembali hubungan yang sudah lama pudar. Kami akhirnya bisa ketemu temen-temen lama yang sudah bertahun-tahun nggak kontak, baik dari pihak gue maupun pihak R. Rasanya seneng banget lihat mereka bisa datang dan ikut merayakan hari besar kami. Nyokapnya R juga bahagia banget karena seluruh keluarga dan temannya datang semua. Pasca nikahan, mereka bikin grup Whatsapp yang selalu aktif tiap hari.

Ah, pokoknya wedding week kemarin itu berkesan banget, deh. Walaupun kami jadi salah satu Corona couple, menikah di tengah-tengah pandemi dan berbagai pembatasan wilayah, tapi bener-bener puas rasanya. Dream comes true!

13 komentar pada “Corona Bride Diary”

  1. Sekali lagi selamat Crys. Banyak temen2 gw yang harus batal / ditunda menikahnya karna ya tamu2nya banyak yang ga bisa datang 😦

    Kami dulu juga pake biaya sendiri 100% dan saking murmernya karena ngga pake makan malam karna cuman cake & champagne setelah acara gereja 🙂

    Semoga langgeng selalu kalian.

    Suka

    1. Makasih mbak Eva! Duh kami beruntung banget bisa nikah 3 minggu lalu, karena seminggu kemudian, protokol Corona diperketat lagi disini, mengingat sepanjang musim panas ini, ada lebih banyak angka positif. Jadi sekarang resto dan cafe pun lebih tegas lagi ke para tamu. Pas kawinan kemarin udah entah berapa peraturan kami langgar, hahaha!

      Suka

  2. Congratulations! Selamat ya semua lancar meskipun ada kendala si coronce ini… kita rencana nikah taun depan aja gara-gara parno diundur sampai 2022 biar lebih aman lagi. Semoga vaksin cepat keluar!
    Tapi justru menurutku lebih ideal sih wedding yg engga terlalu rame dan ngundang orang-orang yg memang dekat dan penting bagi kita aja.
    Top lah kalau biaya ditanggung sendiri. Aku menganut prinsip, kalau belum sanggup bayar wedding sendiri, berarti belum siap nikah 😅

    Suka

    1. Ahahahaha terimakasih mbak Mae. Iya, beruntung banget karena jarak, jadi mudah untukku bikin boundaries dengan mereka, kasih information diet pun gampang. Kami emang maunya sederhana, jadi untung kemauan sama dengan keadaan dompet 😀

      Suka

  3. Selamat ya atas pernikahannya, Crys! 🙂 Senang banget liat nikahan yang intim dan sederhana begitu. Bunga-bunga yang jadi hair piece-mu juga lucu parah deh. Selamat berbahagia yaaa

    Suka

  4. Congrats Cystal dan R! Semoga langgeng dan menjadi keluarga samawa 😀 Nothing can stop both of you.
    Salut sama wedding DIY nya, emang idealnya begitu ya, ini kan hari kalian berdua 😉

    Suka

  5. Wadaw, ketemu alamat baru terus langsung baca kabar bahagia. Selamat ya, Crystal. Semoga selalu bahagia menjalani hari-hari sebagai suami-istri ala-ala ucapan taun 80an setuju banget kalo nikahan emang harusnya dari duit sendiri dan konsepnya dibikin berdua dan orang lain ga ikut campur (bantuin boleh tapi hehe)

    Suka

    1. Ahahaha, makasih banyak mbak Ananti. Pas nikahan kemarin itu cukup banyak yang bantu, tapi karena acaranya sederhana, sebenernya ga butuh banyak bantuan banget… Seneng semua have fun di acara tersebut.

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.