Sebenarnya, tahun ini gue nggak mau kemana-mana. Pandemi gitu lho. Selain itu, perjalanan antarnegara juga jadi lebih sulit. Walaupun negara-negara EU sudah membolehkan warga EU untuk bepergian per Juli lalu, namun tetap saja peraturannya sering berubah, tergantung jumlah kasus positif di negara/provinsi tertentu.
Namun, ternyata kelamaan di negara sendiri bosan juga. Pas gue mengutarakan keinginan cuti, R langsung memberikan ide untuk jalan-jalan weekend (disini namanya weekendtjeweg) ke Belgia. Tadinya kami mau berangkat ke Antwerp, tapi ternyata Antwerp termasuk daerah kode oranye versi pemerintah Belanda. Artinya, perjalanan ke Antwerp harus bersifat darurat dan sesudah dari Antwerp kami harus isolasi diri selama 10 hari. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Brugge, kota kecil sekitar 1 jam perjalanan naik kereta dari Antwerp.
Perjalanan ke Brugge via Antwerp
Kami berangkat ke Brugge naik kereta. Lamanya kurang lebih tiga setengah jam. Dari kota kami, naik kereta ke Rotterdam, dilanjutkan dengan naik IC Direct ke Antwerp.
Di Antwerp, kami harus menunggu satu jam untuk naik kereta lokal ke Brugge. Jadilah kami jajan kopi dan kentang goreng dulu. Kayaknya gue apes, di Belgia kan harusnya kentang gorengnya enak-enak, lha kali itu gue kedapatan kentang goreng yang rasanya seperti terbuat dari tepung jagung biasa.
Perbedaan mendasar antara Belgia dan Belanda
Masker adalah perbedaan terbesar yang menjadi jurang (halah) antara kedua negara ini. Sesampainya di stasiun Antwerp dan Brugge, kami sudah melihat banyak sekali orang yang sadar masker. Selain itu, di Belgia, stasiun (beserta peron) ditetapkan sebagai zona wajib masker.
Begitu masuk ke pusat kota Brugge, kami melihat banyak peta zona wajib masker. Intinya, jika berada di daerah tersebut, kamu harus pakai masker, baik di dalam atau di luar ruangan. Kamu hanya boleh buka masker jika merokok atau makan/minum. Jika kamu masuk ke restoran atau toko, kamu wajib pakai masker. Banyak sekali toko/restoran/kafe/bar yang membubuhkan logo atau peringatan wajib pakai masker di pintu/jendela depan mereka.

Semua tur yang kami ikuti di Brugge juga mewajibkan pesertanya untuk memakai masker baik di dalam maupun di luar ruangan. Sama seperti negara-negara lain di Eropa, Belgia lebih mengutamakan peraturan mengenakan masker daripada peraturan jaga jarak seperti di Belanda.
Lihat apa saja di Brugge?
Brugge adalah kota abad pertengahan yang sangat mungil namun cantik. Sepertinya nggak ada daerah di pusat kota bersejarah Brugge yang nggak fotogenik.

Menurut Wikipedia, masa keemasan kota ini terjadi di sekitar abad ke-12 hingga abad ke-15, dikarenakan daerah geografis Brugge yang sangat strategis untuk perdagangan. Sayangnya, setelah tahun 1500, kota ini kalah pamor daripada Antwerp. Kebangkitan Brugge baru dimulai di awal abad ke-20 ketika pemerintah berusaha menggenjot turis kelas borjuis dari Inggris dan Prancis untuk melancong ke kota tersebut.

Saking kecilnya, keliling pusat kota historik Brugge bisa selesai dalam waktu satu hari saja. Dua-tiga hari deh, jika kamu pengen keluar masuk museum. Di Brugge, ada dua museum yang sangat populer yaitu Groeningemuseum dan Gruuthusemuseum. Keduanya merupakan museum seni dan rumah dari ratusan lukisan dari pelukis Belanda dan Belgia.
Untuk yang lebih suka museum hiburan, di Brugge ada museum coklat namanya Chocostory. Tapi karena kami ke Brugge untuk minum bir, maka kami datang ke pusat pembuatan bir khas Brugge (Brugse Zot), De Halve Maan namanya.
De Halve Maan; dari rakyat, untuk rakyat
De Halve Maan (Bulan Sabit dalam bahasa Indonesia) adalah tempat pembuatan bir satu-satunya di kota Brugge. Produk andalan mereka adalah bir jenis blonde beer (kadar alkohol 6%) dengan nama dagang Brugse Zot. Selain Brugse Zot, De Halve Maan juga membuat bir fermentasi tinggi lainnya dengan nama Straffe Hendrik, dengan konsentrasi alkohol di atas 6%.
Dahulu, pabrik De Halve Maan (dulu namanya pabrik Henri Maes, sesuai dengan nama pencetusnya) hanya membuat air limun dan air soda. Mereka menjajakan produk mereka keliling kota Brugge dengan konsep delivery. Jelas pabrik Henri Maes menjadi populer, karena mereka adalah satu-satunya pabrik di Brugge yang menawarkan konsep dagang seperti itu ke bar dan restoran di seluruh kota. Namun, seiring waktu dan semakin banyak kompetitor dengan model bisnis yang sama, mereka jadi banting setir ke pembuatan bir. Awalnya mereka membuat bir fermentasi rendah seperti pilsener, namun lama-lama mereka memfokuskan diri untuk membuat bir fermentasi tinggi.

Di De Halve Maan, tur pabrik bir berlangsung selama 45 menit, harga tiketnya 12 euro per orang. Di tur singkat ini, kami melihat cara mereka membuat bir di jaman dulu hingga pabrik jaman sekarang yang serba otomatis. Bukan hanya melihat alat-alat yang dipakai di jaman dulu, si tour guide juga dengan fasih menjelaskan proses biologis dan kimiawi dibalik pembuatan sebotol bir.
Yang menarik, di akhir tur De Halve Maan, kita bisa melihat bagaimana cara mereka menyalurkan bir dari tempat produksi ke pabrik botol: lewat pipa bawah tanah. Pipa transportasi bir ini adalah kebanggaan rakyat Brugge. Dibangun sedalam maksimal 35 meter dari atas permukaan tanah, sejauh 3 km dari pusat kota Brugge hingga ke pabrik botol di sisi lain kota, pipa transportasi bir ini terwujud berkat dana crowdfunding dari masyarakat kota Brugge. Selain karena masalah gengsi, orang Brugge sangat bangga dengan saluran pipa bawah tanah ini karena kualitas bir yang (katanya) jauh lebih enak daripada bir yang disalurkan lewat jalur darat. Karena disalurkan lewat jaringan bawah tanah yang kedap udara, bir buatan De Halve Maan ini bebas dari partikel-partikel asing yang bisa saja mengontaminasi bir dan berujung pada perubahan rasa dan kualitas bir.
Karena kami hanya berada di Brugge selama 24 jam, tidak banyak yang bisa kami lihat. Tapi kami puas banget karena Brugge sangat cantik, makanannya enak, dan birnya sangat lezat! Semoga kami bisa kemari lagi di lain waktu, tanpa masker tentunya 🙂
Crystal, kamu nekat hahaha, aku pengen juga berlibur, tapi males ke airport kudu pake masker dan di negara tujuan pake masker kemana2 kan, karena kebanyakan negara Eropa lainnya juga ketat aturan masker, jadi mikir udah ah mending nunggu aja nanti klo udah aga reda….hawa liburannya juga pasti beda.
Btw. Brugge cantik banget.
SukaSuka
Iya nih, nekad karena udah bosen banget di rumah 😀 Tentunya disana selain pakai masker juga sering2 cuci tangan dan gak pegang2 muka. Kenekadan kami terbayar dengan kota Brugge yang dimana-mana keliatan cantik. Birnya juga enak banget!
SukaSuka