2020, Thank you Next!

Selamat tahun baru!!!

Tahun 2020 bener-bener tahun yang buruk, bukan hanya untuk gue tapi untuk semua orang di dunia ini. Alasannya apa lagi kalau bukan karena pandemi?

Di hari ketiga tahun 2021, akhirnya gue punya niat (dan tenaga) untuk berusaha mengingat-ingat ngapain aja selama tahun 2020 lalu.

Januari

Januari 2020 adalah bulan di mana semua masih terasa sangat positif. Mungkin karena bulan ini kita semua memasuki dekade 2020an, jadi banyak sekali ekspektasi tentang tahun baru ini.

Di akhir bulan Januari, gue pergi ke Uden, sebuah desa di selatan Belanda untuk mengunjungi sahabat masa kecil yang baru melahirkan sepasang anak kembar.

Februari

Nggak banyak yang terjadi di bulan Februari, kecuali membeli tiket pesawat untuk perjalanan singkat ke Indonesia di bulan April mendatang karena mau datang ke pernikahannya Ria. Selain itu, setelah dari Jakarta, gue berencana untuk terbang ke Singapura untuk jalan ke Melaka. Balik ke Belanda dari Singapura. Hitung-hitung perjalanan terakhir sebagai cewek single. Asik!

Di bulan ini juga, gue mengambil keputusan untuk belajar digital art secara otodidak, berbekal iPad bekas, Apple Pencil, dan aplikasi Procreate.

Di bulan ini, desas-desus COVID-19 mulai bermunculan di mana-mana, tapi Eropa masih cuek bebek dan ngerasa “Ah, paling pandeminya di Asia doang”. Sejauh ini, bulan Februari masih terasa normal untuk kami semua.

Maret

Bulan Maret adalah bulan di mana COVID-19 memasuki Eropa dan terutama Belanda. Di awal bulan, gue sudah inisiatif untuk bekerja dari rumah, sesuatu yang akhirnya jadi keputusan bulat dari kantor.

Bulan Maret 2020 ini rasanya berjalan lama banget… alhamdulillah gue gak keikutan kabita bikin Dalgona coffee atau bikin sourdough bread karena nggak punya mixer dan oven. Gimana mau ikutan juga, ternyata kerjaan gue tetep banyak seperti biasa. Kalaupun gue punya dua alat di atas, pasti gue tetep nggak ikutan trend. Oh, dan gue juga nggak ikutan panic buying, lho!

April, Mei, Juni

Tiga bulan yang rasanya berjalan begitu cepat. Sepanjang tiga bulan ini, gue harus menelan banyak sekali pil pahit. Sejak bulan Maret, Belanda menjalankan lockdown yang cukup ketat sampai bulan Juni. Semua toko, restoran, bar, kafe tutup, mengakibatkan gue harus menunda koordinasi detail acara pernikahan gue dan R. Bahkan kami pun makin was-was, apakah kami tetap bisa menikah bulan Agustus? Sejauh ini sih, nggak ada informasi pembatalan dari balai kota, jadi kami berpikir no news is good news.

Bulan April, untuk sementara gue menonaktifkan akun Instagram gue. Rasanya lelah sekali lihat postingan orang-orang (pura-pura) produktif yang pamer meja kerja WFH mereka lah, yang beli makanan dan minuman ini itu pakai Gojek lah, dan lain-lain.

Lama-lama mulai bosan juga kerja di rumah setiap hari. Rasanya kayak Groundhog Day. Mumpung ada jatah cuti, tiga bulan ini gue sering banget ambil day off biar tetap waras.

Bulan Juni adalah bulan ulangtahun gue, saat gue jadi manusia umur 29 tahun. Kami nggak ngapa-ngapain, cukup membeli sushi takeaway dan makan sushi di rumah.

Juli

Semakin dekat menuju hari pernikahan, keluarga kami ditimpa kabar buruk: Opa meninggal sehari setelah hari pernikahannya dengan Oma. Akhirnya gue harus mengesampingkan waktu untuk perasaan baru yang tak terduga: perasaan duka cita.

Selain wafatnya Opa, tak lama kemudian gue dapat kabar bokap nyokap positif Covid. Gue rasa mereka terjangkit Covid selama prosesi pemakaman Opa karena mereka masih terima tamu di rumah duka, walaupun semua harus di tes rapid sebelum masuk rumah duka. Tapi yang namanya virus kan nggak bisa di duga kapan datangnya. Rasanya kesal dan gak berdaya.

Di akhir bulan akhirnya nyokap memberi keputusan bahwa sekeluarga tidak jadi datang ke Belanda di bulan Agustus, selain karena bokap nyokap masih kena Covid, Belanda juga masih menutup border untuk turis. Di satu sisi gue ngerasa sedih karena nggak ada pihak keluarga, tapi di sisi lain merasa agak lega karena nggak harus berusaha banget cari pengakuan mereka di hari pernikahan gue.

Agustus

Akhirnya hari besar itu tiba! Gue dan R menikah di hari yang luar biasa panas tanggal 7 Agustus 2020. Betul-betul hari yang nggak terlupakan.

Selain menikah dengan R, gue pun berhasil mendapat teman baru: make-up artist yang mendandani gue, jadi teman baik gue sekarang.

Di bulan ini, gue juga akhirnya memberanikan diri untuk menginvestasikan uang ke personal development yaitu pergi ke terapis untuk membahas isu-isu trauma masa kecil yang sangat mengganggu kehidupan dewasa gue selama satu tahun belakangan.

Agustus 2020 dipenuhi dengan sunny days. Selepas acara pernikahan, kami menjamu tamu (teman-teman R dan saudara-saudara R) main ke Scheveningen, foto-foto, jalan-jalan di pusat kota, lalu setelah mereka pulang, kami menghabiskan sisa hari cuti ke pantai Kijkduin. Betul-betul rangkaian hari yang nggak bisa dilupakan karena seru banget.

BTW, si Ria jadinya menikah di bulan ini juga, setelah batal nikah di bulan April. Dia menikah tepat seminggu sebelum gue. Yeay!

September

Nggak banyak yang terjadi di bulan September, kecuali pemerintah Belanda mulai mengetatkan lockdown karena angka positif COVID mulai naik lagi selepas tiga bulan musim panas. Walaupun begitu, kami menyempatkan diri jalan-jalan ke Brugge di akhir pekan. Rasanya puas deh bisa pergi sebentar dari Belanda, walaupun kemana-mana harus pakai masker dan jaga jarak.

Oktober

Karena lockdown semakin ketat, kantor akhirnya mewajibkan kami untuk kembali bekerja 100% dari rumah di bulan Oktober. Sebelumnya, kami sempat mencoba kerja di kantor 2 hari dalam seminggu selama bulan Juli sampai September. Gue sih lebih suka kerja 100% remote. Selain sudah terbiasa, kerja di rumah sepertinya bikin gue lebih fokus karena nggak ada keharusan untuk dengerin basa-basi kolega.

Hari-hari Groundhog Day kembali di mulai. Di bulan ini, rasanya level stress gue mulai naik. Ada proyek yang sangat penting di kantor yaitu proyek majalah korporasi, di mana gue menjadi bagian vital di dalamnya. Proyek ini sudah mulai sejak bulan Agustus. Seharusnya proyek ini selesai bulan Oktober akhir, namun banyak sekali ralat yang dibuat oleh Deputy CEO gue, yang mengakibatkan majalah ini telat turun cetak hingga dua bulan kemudian.

November

Rasa stres itu akhirnya tak terbendung lagi. Berbekal hari cuti yang masih banyak, gue mengambil cuti dua minggu di bulan ini. Selama cuti, gue betul-betul turn off dari masalah kantor. Laptop mati, ponsel kantor pun mati. Selama cuti ini gue juga menghabiskan waktu dengan membaca buku, pergi ke kota sebelah, ke museum, dan main video game.

Hasilnya? Di akhir bulan, gue kembali bekerja dengan situasi mental yang lumayan lebih baik daripada sebelumnya. Walaupun begitu, gue ngerasa leyeh-leyeh dua minggu tuh nggak cukup, sih. Untung di bulan Desember, gue ambil cuti dua minggu.

Desember

Sejak pertengahan bulan Desember, pemerintah menaikkan level lockdown ke level maksimum (tapi di lapangan ya gitu deh). Perdana Menteri sampai bikin pidato di TV nasional alih-alih konferensi pers. Artinya: nggak ada toko buka, nggak ada salon, spa, tempat pijit, perpustakaan, museum yang buka, kegiatan olahraga indoor ditutup, olahraga outdoor dibatasi, dan resto/bar/kafe hanya boleh menyediakan makanan untuk pesan antar atau bawa pulang. Masyarakat hanya boleh menerima maksimal 2 tamu per hari ke rumah. Pengecualian saat Natal (24-26 Desember), di mana kami boleh menerima maksimal 3 tamu per hari. Perayaan pergantian tahun pun tidak boleh pasang kembang api yang heboh, walaupun masih banyak orang yang tidak mengindahkan peraturan yang satu ini, atas nama tradisi.

Natal tahun 2020 kami habiskan dengan makan makanan enak asal Rumania dan Indonesia. Semua makanannya beli dari bisnis lokal di daerah Den Haag dan sekitarnya. R mengundang ibunya untuk menginap di rumah selama 4 hari 3 malam. Tahun ini, ibunya mengalami putus hubungan yang cukup berat, bahkan sampai sekarang dia masih tinggal dengan mantannya, mereka cuma pisah ranjang dan nggak saling ngobrol lagi. Makanya gue sih oke-oke saja mertua mau datang dan menginap. Awalnya gue agak grogi, takut nyokapnya kritik ini itu, nuntut ini itu, pokoknya takut dia adalah tipikal keluarga gue banget pas Natal.

Ternyata ekspektasi gue salah besar, nyokapnya R adalah tamu yang sangat kooperatif. Di suguhi makanan apa saja dia mau, nggak pernah minta yang aneh-aneh, orangnya juga santai, sering ketawa dan nge-joke. Gue memang sudah 4 tahun kenal nyokapnya R tapi baru kali itu gue ngerasa nggak perlu jadi seseorang yang “bukan gue” saat Natal. Saking santainya dia, di hari Natal gue bisa tidur siang. Mana bisa kayak gitu pas dulu masih Natalan di Indonesia?

Seminggu kemudian, kami mengundang sepasang teman yang adalah saksi nikah kami bulan Agustus kemarin. Tadinya mau main board game, eh malah keasyikan ngobrol sampai mereka pulang jam tiga pagi. Time flies when you’re having fun among your people.


Begitulah rekap tahun 2020 gue. Sungguhlah tahun yang membosankan, (masih) penuh kecemasan, namun penuh waktu untuk melakukan hal-hal yang gue suka.

Untuk resolusi pribadi, gue nggak ngarep apa-apa untuk tahun 2021. Secara umum, gue cukup berharap semoga program vaksin cepat datang, sehingga kehidupan bisa jadi normal lagi.

Gue sih kepingin tahun ini bisa menjalankan lebih banyak hobi dan belajar lebih banyak hal. Tapi mari kita lihat sepanjang tahun ini, jadinya kayak apa 🙂

2 komentar pada “2020, Thank you Next!”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.