Belakangan ini, otak gue serasa berputar dalam mode nostalgia. Dikit-dikit kepikiran tentang masa lalu yang indah-indah, seperti menginap di rumah tante di akhir minggu, atau kangen kegiatan saat weekend bersama teman-teman. Salah satu hal yang sering hinggap di pikiran gue adalah hobi lama yang sepertinya susah sekali dimulai lagi sekarang, yaitu hobi membaca buku.
Sempat Jadi Kutu Buku
Hobi membaca ini secara nggak sadar sudah ditanamkan ke gue sejak kecil. Saat gue sedang belajar membaca, setiap kali jalan-jalan sama bokap, doi selalu ngajak gue bermain mencari kata. Misalnya kalau kita lagi di dalam mobil, dia akan nyebut satu merek dari billboard di jalan, lalu gue harus nunjuk billboard yang mana yang ada tulisan tersebut. Waktu gue kelas 1-2 SD, tante gue juga sering membelikan gue buku-buku cerita Disney. Bahkan saat gue masih tetanggaan dengan almarhumah Nini dan Aki, setiap gue main ke rumah mereka, mereka selalu menyempatkan gue untuk belajar baca dari Buku Pintar karangan Iwan Gayo.
Dari situ lah kecintaan gue terhadap membaca dan buku mulai tumbuh.
Karena sejak kecil dibiasakan membaca, gue jadi punya “superpower” membaca cepat. Waktu SD, entah berapa buku sudah gue lahap. Gue pun jadi pelanggan tetap di perpustakaan sekolah. Berikut adalah buku-buku yang sempat gue baca waktu jaman sekolah (judul-judul yang gue ingat):
- Serial Nancy Drew
- Serial Baby Sitter’s Club
- Serial komik seri tokoh dunia (favorit gue adalah edisi Helen Keller)
- Serial Sweet Valley High, saat SMP
- Buku seri cerita rakyat
- Beberapa judul Goosebumps
- Serial Princess Diaries
- Serial “The Secrets of Nicholas Flamel” karangan Michael Scott
- Komik Asterix & Obelix
- Buku cerita dongeng Hans Christian Andersen
- Serial Lupus (Lupus SMA, Lupus Kecil, Lupus ABG), Olga, dan Vanya
- Trilogi Twilight (yeah right…)
- The Mysterious Benedict Society
- Serial Harry Potter
dan masih banyak lagi.
Judul terakhir adalah judul buku yang paling berpengaruh dalam tumbuhkembang gue. Dari semua buku yang gue baca, hanya serial Harry Potter yang betah gue selesaikan sampai SMA. Karena Harry Potter juga, gue mendapatkan banyak teman, beberapa diantaranya masih kontak (dan masih ngefans sama Harry Potter) sampai sekarang.
Karena gue hobi membaca buku cerita fiksi saat sekolah, sempat terbersit keinginan untuk menjadi penulis buku cerita. Waktu SMA, gue sempat membuat cerita bersambung yang gue tulis di buku tulis khusus. Cerita bersambung ini cukup sukses, terbukti dengan beberapa teman yang suka meminjam buku ini, lalu gue sering ditanyain “Kapan lanjutin ceritanya?”.
Berlanjut hingga kuliah sampai kerja
Hobi membaca buku ini tidak langsung hilang ketika gue lulus SMA. Justru begitu gue kuliah jenjang S1, gue ditantang untuk membaca lebih banyak buku. Kali ini harus membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan sejarah. Berarti, gue harus menantang diri sendiri untuk beralih ke buku non-fiksi.
Kalau gue mengingat masa-masa itu, sungguh menyenangkan, buku-buku non-fiksi dan sumber primer seolah menjadi lahan bermain yang baru. Tapi gue harus membayar ini dengan harga yang cukup mahal: pelan tapi pasti, kemampuan gue untuk “berandai-andai” jadi semakin tumpul karena lebih sering baca buku non-fiksi dan buku pelajaran daripada buku fiksi.
Walaupun begitu, gue tetap senang. Apalagi gue masih dikelilingi dengan teman-teman yang hobi membaca buku. Jalan-jalan ke Gramedia, Gunung Agung, atau Kinokuniya (RIP Kinokuniya Plaza Senayan) menjadi salah satu kegiatan yang ditunggu-tunggu di akhir minggu atau selepas kelas. Apalagi dulu uang jajan sudah naik drastis, jadi gue sudah bisa membeli buku-buku impor yang dulu hanya bisa dibaca di toko saja.
Berikut adalah buku-buku yang gue baca semasa kuliah hingga satu tahun bekerja:
- The Hobbit dan Silmarillion
- Novel-novel Dan Brown, terutama The Lost Symbol
- Novel pertama Fifty Shades trilogy (ga kuat lanjut novel keduanya)
- Buku-buku sejarah tentang Freemasonry
- Buku-buku sejarah tentang sejarah diaspora Cina di Asia Tenggara dan Amerika Serikat
- Buku-buku catatan perjalanan, seperti buku-buku Trinity Traveler
- Novel karangan Agustinus Wibowo, terutama judul Garis Batas
- Novel-novel Young Adult, seperti Eleanor and Park dan novel-novel karangan John Green (The Fault in Our Stars, Paper Towns)
Kenapa stop membaca buku?
Begitu gue pindah ke Belanda, awalnya sih senang, berpikiran “Wah asyik, bisa beli buku kapan saja”. Eh ternyata disini harus menelan pil pahit yaitu harga buku fisik yang lumayan mahal.
Selain itu, entah kenapa level konsentrasi gue perlahan menurun. Dulu, sebelum ke Belanda, gue bisa fokus berjam-jam membaca satu buah buku. Sekarang fokus itu hanya bertahan kurang lebih 10-15 menit karena habis itu gue merasa harus ngecek ponsel atau media sosial. Jaman dulu kan hiburannya hanya buku, sekarang sudah ada game, media sosial, film… Sedih banget!!!
Selama hampir tujuh tahun di Belanda, hanya ada beberapa buku yang mampu gue selesaikan, seperti:
- “And Then There Were None” dan “ABC Killers” dari Agatha Christie
- Ready Player One
- Novel “Negeri van Oranje”
- Crazy Rich Asians
- Buku terbaru Agustinus Wibowo, Jalan Panjang Untuk Pulang
Tuh kan, cuma EMPAT! Boro-boro mau mengikuti tantangan baca 100 buku dalam setahun, kalau satu judul buku aja selesainya berbulan-bulan. Sekarang ini gue baru mengulang baca Ready Player Two, itu juga empot-empotan lagi. Beneran deh, gue merasa sedih dan malu. Malu karena dulu dijuluki kutu buku, sekarang baca satu buku aja nggak disiplin banget.
Untuk kalian yang sampai hari ini hobi membaca buku (dan bisa menyelesaikan satu buku dalam waktu yang cepat), bagi-bagi tips dong, gimana sih caranya bisa tetap rutin dan konsisten membaca buku?
Langsung komen! HAHAHA
First of all: LIBRARY. Aku baca buku berpuluh2 ngga menghabiskan duit sepeser pun (ngga tau gimana library di NL, berbayar apa ngga registrasinya, karena disini gratis), tapi yang jelas lebih “murah” daripada beli buku, dan ngga usah ribet mikir bukunya disimpan dimana aja.
Cara rutin baca buku: Hm, aku biasa baca buku klo abis pulang kantor sambil nunggu mau ke gym, atau selepas makan malam. Kalau bukunya menarik, pasti ga sabar cepet2 makan malam demi menghabiskan buku. Emang butuh komitmen sih, kalau memang dirasa susah untuk meluangkan waktu, mungkin awali dengan setengah jam tiap hari dulu untuk baca. Semoga berhasil!
PS: Aku punya akun goodreads yang bisa difollow untuk inspirasi 😛
SukaSuka
Entah kenapa aku ada feeling mbak Eva bakal komen :p
Beberapa taun lalu aku pernah jadi member perpustakaan kota dan harus bayar. Tapi gara-gara hobi yang gak sustainable ini malah jadinya mubazir. Sekarang aku jadi lebih suka beli buku pakai Google Books atau iBooks sih, relatif lebih murah daripada buku fisik dan bisa dibaca dimana-mana. Tapi ya masalahnya komitmen itu lho. Pengen rasanya bikin habit tracker, minimal 15 menit sehari harus lanjutin baca buku. Cuma belum kesampaian.
Aku pernah main ke goodreads mbak Eva dan emang banyak buku menarik yang kayaknya bakal aku suka, seperti buku2 tentang imigran atau women empowerment.
SukaSuka
Pelan-pelan neng. Kalau udah lama ga baca buku, biasanya latihan konsentrasi biar stamina membacanya terbentuk lagi. Dan terutama, bacalah buku-buku yang kita suka 🙂
SukaSuka
Dit, aku kemaren mulai lanjut baca Ready Player Two lho. Lumayan, dapet beberapa halaman 😛
SukaSuka