Refleksi 2022

2022 adalah tahun yang mulai “normal” untuk kebanyakan orang. Mulai “normal” karena rata-rata dunia sudah hampir kembali seperti semula setelah dua tahun krisis Covid-19. Kantor-kantor mulai menerapkan metode bekerja secara hybrid, batas-batas negara mulai dibuka untuk kunjungan non-esensial, pemakaian masker juga sudah “turun kasta” jadi sebagai anjuran saja dan bukan kewajiban seperti tahun-tahun sebelumnya.

Di tahun ini, gue mengalami banyak sekali hal baru, baik yang positif maupun yang negatif. Seperti tahun-tahun sebelumnya, gue mau merekap sedikit tentang apa yang terjadi kepada diri gue sepanjang tahun ini. Alih-alih rekap secara tiap bulan, gue akan merekap tahun 2022 berdasarkan perasaan yang gue alami dan rasakan sepanjang tahun.

Impostor Syndrome

Tahun 2022 adalah tahun di mana gue merasakan impostor syndrome yang cukup parah. Semuanya diawali saat gue diterima kerja di kantor sekarang ini. Lingkungan kerja dan cakupan pekerjaan yang 180 derajat berbeda dari kerjaan lama, membuat gue harus belajar lagi dari awal. Gara-gara belajar dari awal inilah, gue merasakan impostor syndrome yang betul-betul nggak enak.

Awalnya impostor syndrome ini bermula dari perasaan bahwa gue harus terlihat “tahu” untuk hal-hal yang sebenernya baru untuk gue. Kemudian lama-lama dia bermanifestasi menjadi pemikiran-pemikiran seperti “Gue bingung, gue goblok begini kok diterima kerja disini ya?” “Jangan-jangan gue pinter banget mengelabui manager dan bos gue sampai mereka nggak tahu sebenernya gue layak dapat pekerjaan baru ini, ya?”.

Sampai sekarang sebenarnya impostor syndrome itu masih ada. Namun sudah berhasil gue minimalisir karena pengalaman kerja yang sudah cukup lama di kantor baru ini, dan hubungan gue dan manager yang terjalin cukup baik. Manager gue orangnya cukup terbuka untuk masukan, kritik, bahkan curcol gue mengenai kerjaan. Jadi pelan-pelan perasaan incompetent dan tukang tipu itu berkurang dengan sendirinya.

Capek

Anjir, tahun 2022 ini gue ngerasa pengen banget sering rebahan. Entah kenapa tahun ini gue ngerasa lebih capek daripada tahun-tahun sebelumnya. Bukan hanya capek fisik, tapi juga capek mental. Entah beberapa kali gue merasa ingin berhenti dari pekerjaan karena perasaan capek mental ini. Ingin juga rasanya tidur berhari-hari, matiin ponsel, nggak usah ngapa-ngapain dan hilang dari hingar-bingar dunia.

Not giving any bullsh*t

Beberapa tahun lalu, sepertinya gue orang yang menerapkan batasan dengan keluarga gue karena akar pahit. Tapi sekarang, gue menerapkan batasan dengan mereka bukan karena gue nggak suka dengan mereka, tapi karena gue ingin tetap waras.

Sebagai contoh, sepulangnya dari Indonesia, gue sudah berpikir seperti ini, “Gue mau berlaku baik atau buruk, masih ada kemungkinan gue dan suami gue jadi bahan ghibah keluarga di Indonesia. Mau mereka ngomongin atau nggak, itu terserah mereka. Intinya kalau mereka nggak suka, berarti itu masalah mereka, bukan masalah gue”. Sebagai perbandingan, dulu gue berpikirnya seperti ini, “Kok mereka nggak bisa menerima gue dan pacar/suami gue sih? Salah gue di mana?”.

Intinya, gue udah lebih santai lah, dalam menyikapi gegar budaya di Indonesia. Sudah nggak terlalu “baper” atau merasa victimised lagi. Gue sudah menyadari bahwa hidup gue sekarang sudah berbeda dan ketika gue pulang ke Indonesia pasti akan ada yang heran dengan perubahan tersebut. Suka atau nggak suka, ya itu masalah mereka, bukan urusan gue.

Picky

Lha, teman gue sudah sedikit, ini lagi jadi makin pilih-pilih teman di tahun 2022?

Satu kejadian di tahun 2022 menyadari gue bahwa nggak semua teman akan berteman secara sehat dengan gue. Satu kali salah paham aja, ada yang ngambeknya sampai berujung ke blokir gue di Instagram dan LinkedIn.

Maka itu, tahun ini gue akan semakin berhati-hati dalam berteman, deh. Berkaca dari pengalaman tahun lalu, gue akan lebih hati-hati dalam mengemukakan pendapat, apalagi jika pendapat gue berseberangan dengan teman gue. Gue juga ingin lebih menginvestasikan waktu lebih banyak untuk mencari teman baru. Dapat ya syukur, nggak juga ya nggak masalah. Toh gue sudah merasa cukup dengan jumlah teman online dan offline yang gue miliki sekarang.

Iklan

5 komentar pada “Refleksi 2022”

  1. Selamat tahun baru ya Crys, semoga 2023 jadi lebih baik, dan lebih hepi hangout dengan teman2 yang lebih cocok. Semoga Impostor Syndromenya jadi lebih baik, aku juga walopun udah tuwir, pengalaman kerja sudah banyak masih mengalami itu sayangnya, memang susah untuk dihilangkan. Konon memang perempuan minoritas lebih banyak terkena IS daripada yang lain.

    Suka

    1. Impostor Syndrome ku kadang masih muncul nih mbak, apalagi kalau dihadapkan dengan sesuatu yang baru terus kita kayak harus langsung bisa gitu. Memang kayaknya “penyakit” yang susah hilang ya ini.

      Suka

  2. Keluarga aku gitu juga huhu sering komen2 ngeselin; dari masalah masih kerja kasar di luar negeri, tambah gendut, tesis belum kelar-kelar. Kadang ngerasa sampe takut nelpon rumah.

    Suka

    1. Been there done that, Sri… Memang kita perlu struggle dengan ini sampe ke titik “bodo amat” dan jadi leluasa nelpon rumah tanpa peduliin komen mereka. I’m with you!

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.